Jumat, 09 Juli 2010

Rekening Gendut Perwira Tinggi POLRI


Rekening Gendut nan Buncit Kepolisian RI

Bagaimana kita tidak kaget POLRI yang diharapkan rakyat Indonesia untuk dapat menegakkan hukum, malah para Jenderal POLRI menghancurkan hukum itu dengan memiliki dana segar yang sangat luar biasa bagi ukuran polisi jujur yang baik (masih adakah ?).
Inilah contoh singkat Jenderal Panutan polisi RI yang didampingi istri baik nan terhormat :
Menurut istri Pak Hoegeng "Pak Hoegeng yth, sewaktu dulu Bapak masih aktif dan akan dinas ke Hawaii, Ibu minta ikut tapi tidak Bapak bolehkan”, padahal kan keinginan Ibu itu sedemikian kuatnya untuk melihat Hawaii karena ada sahabat disana. Setelah puluhan tahun Bapak pensiun dan beberapa tahun Bapak dipanggil Allah Swt, baru Ibu bisa ke Hawaii, itupun karena simpati orang yang mencintai Bapak dan Ibu". Penggalan perjalanan hidup ini didapat dari acara Kick Andy.

Majalah Tempo pada edisi 28 Juni - 4 Juli 2010 yang terbit Senin (28/6) menurunkan laporan investigasi berjudul “Rekening Gendut Perwira Polisi”. Sehingga, pelanggan di Jakarta terpaksa gigit jari, karena majalah tersebut diborong habis oleh orang-orang tak dikenal sejak Senin subuh atau hanya beberapa jam setelah terbit dan diedarkan.



Majalah Tempo dengan sampul bergambar polisi menuntun sejumlah celengan babi gendut itu, menghadirkan topik utama “Rekening Para Jenderal”. Ada empat judul tulisan, yakni “Aliran Janggal Rekening Jenderal”, “Relasi Mantan Ajudan”, “Mereka Bukan Penjahat”, dan “Rekening dalam Sorotan”. Tulisan pertama berjudul “Aliran Janggal Rekening Jenderal” membahas soal dokumen yang beredar di Trunojoyo Mabes Polri. Dokumen itu berisi adanya transaksi keuangan enam perwira Polri yang dianggap tidak pantas dengan pangkat dan jabatan mereka.
Dalam ulasan di halaman 26-33, dokumen itu berasal dari ringkasan atas laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Akan tetapi, Juru Bicara Pusat Pelaporan Natsir Kongah yang diwawancarai majalah itu tak mau berkomentar karena itu kewenangan penyidik katanya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan yang mencurigakan 15 rekening lebih yang melibatkan sejumlah oknum polisi sejak 2005 hingga sekarang. ’’Lebih dari 15 orang, dari Brigadir sampai perwira tinggi. Ada pensiun, ada yang masih aktif. Rekening sejak 2005 sampai sekarang,’’ ungkap Kepala PPATK, Yunus Hussein dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III, di Gedung DPR, Jakarta. Dia mengatakan, pihaknya telah menyerahkan hasil analisis transaksi keuangan yang dinilai sangat mencurigakan tersebut kepada pihak kepolisian dan Kejaksaan Agung. Hal tersebut, selalu dilakukan PPATK setelah menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dan melakukan analisis, di mana dalam proses analisis tersebut tidak sesuai dengan profil terlapor. ’’Lebih dari 15 rekening tersebut tidak ditemukan adanya underlying transaction yang dapat menjadi dasar dilakukannya transaksi,’’ ujar Yunus. Dia menegaskan, proses analisis tersebut dilakukan dengan standar yang sama dan tidak membedakan apakah terlapor adalah masyarakat biasa maupun pejabat dari lembaga negara. Namun, Yunus enggan memberikan keterangan pasti siapa saja oknum dari kepolisian yang tersangkut dalam rekening tersebut. ’’Yang jelas, laporan tersebut saat ini sudah mulai dalam proses pengusutan dari aparat penegak hukum. Karena, kita sudah ketemu Kapolri dua pekan lalu, dan kita sudah rekonsiliasi angka-angka itu,’’ paparnya.

Sebelumnya, Mabes Polri telah mengakui memang sedang menyelidiki laporan soal rekening mencurigakan beberapa jenderal polisi dan mantan polisi. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk transparansi kepolisian dan hasilnya akan segera diumumkan ke masyarakat. “Ada beberapa orang, sudah kita selidiki,” kata Kabaresrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta.

Inilah Perwira Tinggi Polri yang memiliki uang segar yang mereka simpan di beberapa Bank Nasional.

Markas Besar Kepolisian RI menelusuri laporan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah perwira polisi yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Berikut ini sebagian dari transaksi yang dicurigai PPATK itu, seperti yang ditulis majalah Tempo.

1. Inspektur Jenderal Mathius Salempang, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur
Kekayaan: Rp 8.553.417.116 dan US$ 59.842 (per 22 Mei 2009)Tuduhan:
Memiliki rekening Rp 2.088.000.000 dengan sumber dana tak jelas. Pada 29 Juli 2005, rekening itu ditutup dan Mathius memindahkan dana Rp 2 miliar ke rekening lain atas nama seseorang yang tidak diketahui hubungannya. Dua hari kemudian dana ditarik dan disetor ke deposito Mathius.“Saya baru tahu dari Anda.”
Mathius Salempang, 24 Juni 2010

2. Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Kepala Korps Brigade Mobil Polri
Kekayaan: Rp 6.535.536.503 (per 25 Agustus 2005)
Tuduhan:
Dari rekeningnya mengalir uang Rp 10.007.939.259 kepada orang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing. Terdiri atas Rp 3 miliar dan US$ 100 ribu pada 27 Juli 2005, US$ 670.031 pada 9 Agustus 2005.
“Dana itu bukan milik saya.”
Sylvanus Yulian Wenas, 24 Juni 2010

3. Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Kekayaan: Rp 4.684.153.542 (per 19 Agustus 2008)
Tuduhan:
Melakukan transaksi dalam jumlah besar, tak sesuai dengan profilnya. Bersama anaknya, Budi disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar.
“Berita itu sama sekali tidak benar.”
Budi Gunawan, 25 Juni 2010

4. Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian
Kekayaan: Rp 2.090.126.258 dan US$ 4.000 (per 24 Maret 2008)
Tuduhan:
Membeli polis asuransi pada PT Prudential Life Assurance Rp 1,1 miliar. Asal dana dari pihak ketiga. Menarik dana Rp 700 juta dan menerima dana rutin setiap bulan.
“Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Bareskrim.”
Badrodin Haiti, 24 Juni 2010

5. Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal
Kekayaan: Rp 1.587.812.155 (per 2008)
Tuduhan:
Menerima kiriman dana dari seorang pengacara sekitar Rp 2,62 miliar dan kiriman dana dari seorang pengusaha. Total dana yang ditransfer ke rekeningnya Rp 3,97 miliar.
“Transaksi mencurigakan itu tidak pernah kami bahas.”
(M. Assegaf, pengacara Susno, 24 Juni 2010)

6. Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Staf pengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi Polri
Kekayaan: belum ada laporan
Tuduhan:
Membeli polis asuransi dengan jumlah premi Rp 250 juta pada Mei 2006. Ada dana masuk senilai total Rp 11,4 miliar sepanjang Januari 2006 hingga Agustus 2007. Ia menarik dana Rp 3 miliar pada November 2006.
“Tidak ada masalah dengan transaksi itu. Itu terjadi saat saya masih di Aceh.”
Bambang Suparno, 24 Juni 2010

Sambil memegang saku kemeja lengan panjang batiknya, Komisaris Jenderal Ito Sumardi bertanya, “Berapa gaji jenderal bintang tiga seperti saya?” Sambil tersenyum, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia itu menjawab sendiri pertanyaannya, “Hanya sembilan juta rupiah, sudah termasuk berbagai tunjangan.”
Ito menambahkan, Kepala Kepolisian RI, pejabat tertinggi di institusi itu, bergaji hanya sekitar Rp 23 juta, sudah termasuk aneka tunjangan. Buat biaya penanganan kasus, ia melanjutkan, polisi hanya memperoleh anggaran Rp 20 juta per perkara. Setiap kepolisian sektor-unit kepolisian di tingkat kecamatan-hanya diberi anggaran dua perkara per tahun. “Selebihnya harus cari anggaran sendiri,” kata Inspektur Jenderal Dikdik Mulyana, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal, yang mendampingi Ito ketika wawancara dengan Tempo, Jumat pekan lalu. Masyarakat mempertanyakan cari anggaran sendiri untuk mengerjakan banyak perkara di sektor unit kepolisian tingkat kecamatan cara halal dan benar caranya bagaimana ? Bahaya sekali kepolisian kita bila diserahkan untuk menegakkan hokum seperti ini. Inikah preman berseragam yang dikatakan masyarakat selama ini ?

Permasalahan rekening janggal milik jenderal kepolisian juga pernah muncul pada akhir Juli 2005. Ketika itu, 15 petinggi kepolisian diduga memiliki rekening tak wajar. Termuat dalam dokumen yang diserahkan Kepala PPATK Yunus Husein kepada Jenderal Sutanto, Kepala Kepolisian ketika itu, sejumlah petinggi kepolisian diduga menerima aliran dana dalam jumlah besar dan dari sumber yang tak wajar. Sebuah rekening bahkan dikabarkan menampung dana Rp 800 miliar. Namun kasus ini selalu hilang dibawa angin entah kemana.

Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana, mendesak Polri segera mengklarifikasi adanya Laporan Hasil Analisis PPTK tentang rekening perwira Polri yang mencurigakan. Terlebih, perwira tinggi polri yang namanya telah terekspos ke publik. Denny mencontohkan rekening senilai Rp 95 miliar milik Kadiv Propam, Irjen Budi Gunawan, yang telah terkuak ke publik. Menurutnya, Polri dan yang bersangkutan perlu segera mengklarifikasi informasi tersebut karena posisi Budi Gunawan sebagai Kadiv Propam merupakan penjaga gawang kepolisian. ”Kalau terbukti memang demikian ada uang Rp 95 miliar di rekening Budi Gunawan, sangat bisa jadi itu terkait dengan praktik mafia hukum,” ujar Denny curiga di Kantor Transparency International Indonesia, Jakarta, Kamis (20/5/10).

Secara psikologis massa, aksi borong yang dilakukan oleh sekelompok orang, adalah sangat memperkuat kebenaran berita dari media yang diborong tersebut dan pemborong dadakan itu adalah orang-orang dekat pada lingkar orang yang diberitakan tersebut. Aksi borong diungkapkan karyawan distributor koran dan Majalah beberapa Agency di bilangan Blok M, Jakarta Selatan. “Sudah diborong dari pagi, padahal masih banyak yang cari,” ujar karyawan yang enggan disebut namanya. Menurut karyawan itu, orang tak dikenal itu memborong majalah pada pagi subuh. Ketika ditanya ciri orang yang memborong, karyawan mengatakan, orang itu berambut cepak memakai baju safari. “Gak tahu itu polisi apa bukan, tapi rambutnya cepak dan ada yang pakai pakaian safari,” tambahnya. Sedangkan sejumlah pedagang kios majalah bahkan mengaku, sebagian majalah itu dibeli oleh polisi berseragam.

Seorang wartawan Tempo menjelaskan, biasanya Majalah Tempo dikirim dari percetakan sekitar pukul 01.00 WIB untuk diantar ke agen-agen di Jakarta. “Tapi, tadi malam mobil yang mengantar majalah Tempo ke agen dicegat sekawanan orang, sepertinya polisi pakai pakaian preman, soalnya didekatnya ada mobil polisi,” ujar wartawan itu. Meski Majalah Tempo di Jakarta menghilang di pasaran, pelanggan Tempo di daerah di luar Jakarta tetap dapat membaca majalah yang pernah dibredel pemerintah era Soeharto itu. “Kalau untuk daerah sudah lebih dulu daripada di Jakarta, jadi gak ada gangguan,” katanya

Kantor Tempo Biro Jabar di Jalan Bengawan Bandung sempat didatangi 3 pria yang mengaku aparat kepolisian dari Polwiltabes Bandung, Senin 28 Juni malam. Mereka menanyakan penyebaran majalah Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi serta alamat agen. “Mereka ngakunya dari Polwiltabes Bandung dan datang sekitar pukul 20.30 WIB. Ya mereka tanya soal oplah, peredarannya ke mana saja, terus agen-agennya di mana saja,” kata Kepala Sirkulasi Koran dan Majalah Tempo Biro Bandung, Didit Setiaji, saat ditemui wartawan di kantornya Jalan Bengawan Bandung, Selasa (29/6/2010) sore. Didit mengatakan, ketiga polisi itu juga sempat menanyakan majalah. Mereka juga tanya-tanya majalah. Pas mereka pulang, saya kasih satu majalah Tempo, kata Didit. Didit menambahkan, kemungkinan untuk majalah edisi sekarang returnya bakal sedikit, atau malah tidak ada. Biasanya, kata dia, dari hasil sebaran majalah Tempo di Bandung, returnya berkisar antara 10 sampai 15 persen. Aksi borong majalah Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi juga terjadi di Bandung, sejak Senin (28/6/2010). Namun, aksi borong dilakukan setelah majalah tersebut beredar di sub agen dan pengecer, terutama di kawasan Cikapundung

Majalah TEMPO tak ingin kecolongan setelah edisi terbarunya dengan cover “Rekening Gendut Perwira Polisi” hilang di pasaran lantaran diborong sekelompok orang. Menggantikan sekitar 30 ribu eksemplar majalah yang hilang itu , Sirkulasi Majalah TEMPO akhirnya mencetak ulang edisi tersebut.  Menurut Kepala Divisi Sirkulasi dan Distribusi TEMPO Windalaksana, pencetakan ulang  dilakukan Selasa (29/6), pukul 05.00 WIB. “Pagi ini sudah dicetak dan diluncurkan ke pasaran. Kami juga telah menerima laporan bahwa hingga saat ini, tak ada kendala di lapangan,” ujarnya. Sehingga dia menjamin bahwa konsumen bisa mendapatkan majalah TEMPO di tingkat eceran. (000) (Ridwan Yuda dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar