Jumat, 09 Juli 2010

Rekening Gendut TEROR ke Masyarakat & ICW


Pengungkapan Rekening Gendut POLRI,
TEROR ke Masyarakat dan ICW

Gara-gara daftar yang memuat, antara lain, nama Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Mathius Salempang, mantan Kepala Korps Brigade Mobil Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Inspektur Jenderal Budi Gunawan Kadiv Propesi & Pengawasan Kepolisian, Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Inspektur Jenderal Badrodin Haitii Ka-Div Pembinaan Hukum Kepolisian, Komisaris Besar Edward Syah Pernong, juga Komisaris Umar Leha, Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal yang kini ditahan sebagai tersangka kasus korupsi (masih debatable).

Insiden penganiayaan yang dialami investigator Indonesia Corruption Watch atau ICW, yang dialami Tama Satya Langkun, diduga kuat terkait dengan aktivitas pekerjaannya.
Koordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan, Tama sama sekali tidak memiliki persoalan secara pribadi yang bisa mengarah pada tindakan penganiayaan seperti itu.

Meski demikian, Danang enggan mengaitkan dan menduga terlalu jauh bahwa insiden tersebut terkait langsung dengan investigasi Tama bersama aktivis ICW lainnya mengenai perkara rekening dutcit (Gendut-Buncit) sejumlah perwira tinggi polisi.
"Motifnya itu terkait pekerjaannya. Nah, Tama itu di ICW membidangi masalah pengaduan terkait kasus rekening itu. Namun, ada kaitannya atau tidak, kami serahkan sepenuhnya ke kepolisian," tutur Danang saat ditemui di Rumah Sakit Asri, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (8/7/2010).
Hal serupa dikatakan aktivis ICW lainnya, Febri Diansyah. Dia mengatakan, sangat kecil kemungkinan kejadian tersebut karena persoalan pribadi Tama. "Setahu saya dia pun tidak pernah punya musuh," tuturnya.
Lebih lanjut Danang mengatakan, pihaknya menginginkan agar Polri bertindak serius dengan segera menangkap para pelaku penganiayaan tersebut. "Kami tidak ingin hal seperti ini terulang. Polisi harus bekerja secara profesional," ucapnya.



Danang mengatakan, terkait dengan penganiayaan tersebut, pihaknya hingga kini tidak membuat laporan ke polisi. Pihak Polrestro Jakarta Selatan sudah lebih dulu merespons dengan menangani langsung kejadian hingga dini hari..
"Polisi sudah proaktif, tadi pagi Kapolsek Pancoran dan Kapolres Jakarta Selatan datang ke sini," tuturnya.
ICW rencananya juga akan menggelar jumpa pers siang ini (9/7/10) sekitar pukul 13.00 di kantor ICW, Kalibata, untuk memberikan keterangan terkait insiden tersebut.
Aktivis ICW, Tama Satya Langkun mendapat perawatan di Rumah Sakit Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (8/7/2010). Ia menderita luka sangat serius di bagian kepala akibat sabetan kuat senjata tajam setelah dianiaya orang tak dikenal. Tama saat ini tengah melakukan penelitian sejumlah kasus, di antaranya tentang 'rekening gendut' perwira polisi serta melaporkan dugaan korupsi dalam perkara rekening Polri itu ke KPK.

Aktivis Indonesia Corruption Watch ICW, Tama Satya Lankun, yang menjadi korban penganiayaan oleh sejumlah orang tak dikenal pada Kamis (8/7/2010) dini hari. Tama memang sudah diincar pelaku sebelum insiden tersebut.

Wakil Koordinator ICW Adnan Topan saat dihubungi mengatakan, Tama pernah mengadu ke ICW bahwa ia merasa dikuntit oleh orang tak dikenal. "Ya, dua hari yang lalu Tama memang sudah cerita kalau dia merasa kayak terus-terusan dikuntit orang. Ke mana-mana dia pergi seperti ada yang ngikuti," kata Adnan.

Menurut Adnan, Tama mulai merasakan gelagat kurang baik sejak mulai ramainya isu sejumlah rekening milik perwira Polri. Terlebih, Tama merupakan salah satu aktivis ICW yang meneliti dugaan perkara rekening mencurigakan milik perwira-perwira Polri tersebut.

Terakhir, Tama dan beberapa aktivis ICW lainnya melaporkan dugaan korupsi dalam perkara rekening Polri itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Dia merasa ada situasi yang tidak biasa. Mulai dari telepon-telepon yang mencurigakan sampai penguntiian itu," katanya.

Namun, kata Adnan, saat itu baik Tama maupun ICW belum terlalu serius merespons gelagat kurang baik tersebut. Adnan mengatakan, pihaknya belum bisa memprediksi secara jelas rentetan penguntitan terhadap Tama itu. "Kami tidak bisa memprediksi ada apa, mungkin saja ada yang mau mengadu domba atau mungkin ada pihak-pihak tertentu yang mau memanfaatkan situasi," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, staf investigasi ICW, Tama S Langkun, dianiaya oleh orang tak dikenal pada dini hari sepulang menonton sepak bola Piala Dunia di daerah Kemang. Tama mengalami luka serius di badan dan di kepala berupa luka bacok dan memar-memar dia mendapatkan 26 jahitan dan harus segera menjalani perawatan intensif di RS Asri Mampang.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan Kompol Nurdi Satriaji mengatakan, komplotan yang menganiaya salah satu aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama Satya Langkun, berjumlah empat orang. Mereka menggunakan dua sepeda motor.

Nurdi menjelaskan, korban saat itu akan pulang seusai nonton bareng pertandingan semifinal Piala Dunia di daerah Kemang, Jakarta Selatan, sekitar pukul 04.00. Tama mengendarai sepeda motor, sementara kawannya, Kadafi, duduk di belakang.

Ketika melintasi kawasan Duren Tiga, tepatnya sekitar 500 meter dari Rumah Sakit Asri, Mampang, kata Nurdi, dua motor itu mendekati korban. Satu motor dari sebelah kiri memepet korban dan motor lainnya menendang motor korban. "Terus jatuh dan keseret enam meter. Korban lalu dipukuli dengan alat, yang jelas bukan senjata tajam," ucap Nurdi di Polres Jakarta Selatan, Kamis (8/7/2010).

Tidak cukup disitu, tambah dia, para pelaku lalu membuka helm korban dan melanjutkan pemukulan hingga kepala bagian depan sobek. "Darah di lokasi cukup banyak. Keempat pelaku ikut memukuli hanya Tama S Langkun seorang . Kadafi sebagai teman Tama tidak dianiaya. Dia cuma memar karena jatuh dari motor," ujarnya.

Menurut Nurdin, mengutip keterangan korban, kejadian itu berlangsung sangat cepat. Setelah menganiaya, para pelaku lalu kabur ke arah Pancoran. Saat itu, ada seorang pengemudi mobil Avanza dari arah sebaliknya menghampiri hendak menolong korban. Namun, korban menolak. "Korban lalu dibawa ke Rumah Sakit Asri," katanya.

Kepolisian meminta semua pihak bersikap obyektif menyikapi laporan hasil analisis (LHA) mencurigakan di rekening perwira Polri dari PPATK. Sikap itu lantaran LHA mencurigakan yang melibatkan anggota Polri hanya sebagai kecil dari seluruh LHA dari PPATK.

Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang, pihaknya menerima sekitar 1.100 LHA rekening masyarakat yang mencurigakan sejak tahun 2005 hingga 2010. "Dari 1.100 itu, ada 21 rekening polisi, 21 saja. Tolong ditanya bagaimana 1.100 lain rekening masyarakat yang bermasalah. Saya harapkan fair dong," tegas dia di Mabes Polri, Kamis (8/7/2010).

Edward mengklaim bahwa pihaknya telah menyelidiki seluruh LHA dari PPATK. Menurut dia, penyelidikan itu bukan lantaran pemberitaan atau laporan dari masyarakat. Hasilnya, Polri akan umumkan pekan depan. "Gayus contoh kasusnya. Polisinya ada sebagai kompol di Papua yang rekening mencurigakan dan telah bermuara ke pengadilan," kata dia.

Dikatakan Edward, hasil penyelidikan terhadap LHA, diketahui ada nasabah yang menggunakan alamat palsu, ada pula yang sudah meninggal dunia. "Ada yang sudah tutup rekening dan tidak diketahui keberadaannya, ada yang sudah diklarifikasi asal-usulnya, ada yang tidak bisa membuktikan dan kemudian bermuara ke pengadilan juga," ujarnya.

"Kami harap jangan ada pihak-pihak yang lempar batu sembunyi tangan, memancing di air keruh," kata Edward seusai mediasi Polri-Tempo di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (8/7/2010).

Pihak kepolisian melalui Polda Metro Jaya akan mengusut kasus tersebut.
"Korban juga akan kami mintai keterangan, begitu juga temannya. Apa motifnya, mungkin ada permasalahan lain di pihak mereka. Jangan ada dugaan-dugaan. Kami baru bisa menentukan motif kalau tersangka sudah dapat," ujarnya.

Kenyataan Yang Kontradiktif cibiran masyarakat.

Kenapa beberapa kelompok Polisi bagaikan orang kebakaran jenggot dan ada koordinasi di Jakarta dan daerah untuk melenyapkan informasi dari majalah Tempo.

Seorang wartawan Tempo menjelaskan, biasanya Majalah Tempo dikirim dari percetakan sekitar pukul 01.00 WIB untuk diantar ke agen-agen di Jakarta. “Tapi, tadi malam mobil yang mengantar majalah Tempo ke agen dicegat sekawanan orang, dilihat dari bahasa tubuh sepertinya polisi pakai pakaian preman, soalnya didekatnya ada mobil polisi,” ujar wartawan itu. Meski Majalah Tempo di Jakarta menghilang di pasaran, pelanggan Tempo di daerah di luar Jakarta tetap dapat membaca majalah Tempo.

Kantor Tempo Biro Jabar di Jalan Bengawan Bandung sempat didatangi 3 pria yang mengaku aparat kepolisian dari Polwiltabes Bandung, Senin 28 Juni malam. Mereka menanyakan penyebaran majalah Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi serta alamat agen. “Mereka ngakunya dari Polwiltabes Bandung dan datang sekitar pukul 20.30 WIB. Mereka tanya soal oplah, peredarannya ke mana saja, terus agen-agennya di mana saja,” kata Kepala Sirkulasi Koran dan Majalah Tempo Biro Bandung, Didit Setiaji, saat ditemui wartawan di kantornya Jalan Bengawan Bandung, Selasa (29/6/2010) sore. Didit mengatakan, ketiga polisi itu juga sempat menanyakan majalah. Mereka juga tanya-tanya majalah. Setelah mereka pulang, saya kasih satu majalah Tempo, kata Didit. Didit.

Aksi borong diungkapkan karyawan distributor koran dan Majalah Sihite Agency di bilangan Blok M, Jakarta Selatan. “Sudah diborong dari pagi, padahal masih banyak yang cari,” ujar karyawan yang enggan disebut namanya. Menurut karyawan itu, orang tak dikenal itu memborong majalah pada pagi subuh. Ketika ditanya ciri orang yang memborong, karyawan mengatakan, orang itu berambut cepak memakai baju safari. “Gak tahu itu polisi apa bukan, tapi rambutnya cepak pakai pakaian safari,” imbuhnya. Sedangkan sejumlah pedagang kios majalah bahkan mengaku, sebagian majalah itu dibeli oleh polisi berseragam.

Timbulkan Kecemburuan Sosial dikalangan Intern dan Militer.

Terungkapnya rekening gendut para jenderal Polri dinilai memicu kecemburuan sosial bagi bawahan. Di khawatirkan, ini akan berdampak pada penurunan semangat kerja bawahan. Hal itu disampaikan pengamat hukum dan kepolisian, Bambang Widodo Umar. Di akui dia, diungkapnya kasus ini di Majalah Tempo beberapa waktu lalu memang berdampak positif bagi transparansi kepolisan untuk membenahi institusinya. Tetapi dampak negatifnya juga ada. “Harus mencermati dulu, tentunya ada postif dan negatif. Positif dalam rangka transparansi kepolisin untuk membenahi institusinya, juga dalam rangka keterbukaan pimpinan atau petinggi Polri supaya ada toleransi dengan bawahan,” kata Bambang.

Tidak hanya dengan bawahan kepolisian saja kecemburuan itu terjadi bahkan akan merangsek kepada kalangan Militer angkatan darat, laut dan udara.

Selain memicu kecemburuan sosial, dampak negatif dari terungkapnya rekening tak wajar itu juga dapat menurunkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap petugas polisi. “Padahal, tugas polisi itu mulia. Masyarakat juga ingin melihat ada kesederhanaan dari para pati Polri seperti yang masyarakat alami,” lanjutnya. Itu sebabnya, dia menyarankan kedua hal ini perlu dikaji. Tidak perlu disangkal karena wajar saja fenomena tersebut memang terjadi. “Polri harus menjadikan kasus ini untuk membenahi organisasi, sehingga tak ada lagi oknum polisi yang menumpuk uang hasil main belakang. Kepemilikan rekening janggal ini jelas harus segera diusut tuntas dan transparan, agar tidak menjadi penyakit,” pungkasnya.
Pakar hukum Yenthi Garnasih mengatakan, jika laporan majalah Tempo ihwal rekening para perwira itu benar, patut diduga para polisi tersebut melakukan perencanaan matang tindak pidana pencucian uang. “Kalau uang itu dari perusahaan atau orang yang dalam proses disidik, itu indikasi penyuapan.” Indikasi penyuapan itu, kata Yenthi, adalah unsur kejahatan pertama. “Setelah mereka menerima, lalu dibelanjakan, ditransfer, atau digunakan untuk lainnya. Di situlah pencucian uangnya,” ia menjelaskan.

Reformasi yang kata petinggi kepolisian telah dijalankan, malah jadi bau yang amat busuk, dari penegak hukum bidang yudikatif sampai wakil rakyat dari partai bikin aturan untuk menguras uang negara yang asalnya dari rakyat. Sungguh kasian negeri ini. Untuk petinggi negeri Indonesia sadarlah bahwa perilaku maling, korupsi, menipu rakyat dengan seolah-olah menegakkan hukum akan memperlemah keutuhan NKRI kedepan.


Saat ini, anggaran Polri tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 9,8 persen dari tahun anggaran 2009.  Anggaran itu meningkat dari Rp 24,8 triliun menjadi Rp 27 triliun.
Alokasi anggaran Polri tahun 2010 itu terdiri dari tiga jenis belanja. Yaitu belanja pegawai sebesar Rp 17.690.961.564.000, belanja barang sebesar Rp 5.817.047.933.000,-. “Dan belanja modal sebesar Rp 3.686.943.614.000,-
Belanja barang operasional polri di masing-masing polres di seluruh Indonesia rata-rata sebesar Rp 3,4 miliar.

HUT Polri ke 64 tanggal 1 Juli 2010 menjadi tidak berarti serta tidak menjadi momentum baik dengan upaya perbaikan internal di tubuh kepolisian dan bahkan muncul image yang sangat  buruk serta negatif kepada Kepolisian RI. (000) (Ridwan Yuda  Majalah Tempo dan sumber lainnya)

1 komentar:

  1. Polisi di Indonesia harus dievaluasi lalu yg brengsek di pecat serta rekrutmen diperbaiki agar tidak ada sogok menyogok di personalia Kepolisian. Bajingan semua ini Polisi.

    BalasHapus