Minggu, 20 Juni 2010

Hukum Yang Lemah Semarakkan Korupsi


Penegakan Hukum yang Lemah

Pemicu Semaraknya Korupsi


Disarikan oleh : Ridwan Yuda

     Penegakan hukum di Indonesia dari sejak era kepemimpinan Soekarno sampai SBY adalah sangat lemah, bahkan lembaga penegakan hukum itu menjadi ajang manipulasi hukum yang muaranya adalah uang. Bidang Yudikatif kita seperti Kepolisian RI adalah lembaga yang sangat bermasalah penuh dengan oknum-oknum yang sebenarnya bertentangan dengan missi kepolisian itu sendiri. Begitu juga Kejaksaan RI sangat banyak oknum kejaksaan yang menggunakan jabatannya untuk kepentingan haram pribadi masing-masing. Apalagi lembaga Kehakiman RI berisi SDM Hakim yang bejad dan koruptif hanya memanfaatkan hukum secara tidak rasional bertentangan dengan azas keadilan masyarakat sehingga vonis bisa disesuaikan dengan nilai uang yang diberikan kepada hakim. Inilah wajah sangat suram penegakan hukum di Indonesia selama ini.

    Penegakan hukum yang sangat lemah inilah sebagai pemicu semaraknya korupsi-maling di seluruh jajaran instansi pemerintah tidak hanya melibatkan pegawai bawahan bahkan mencakup pelaku maling para petinggi pemerintahan pusat dan daerah rata-rata per pejabat tinggi nilai manipulasinya pada kisaran Rp.8 Milyar. Maling uang rakyat ini berjalan selama umur kemerdekaan Rapublik Indonesia. Bisa dibayangkan sudah berapa nilai uang negara sebagai uang rakyat di maling oleh para pejabat pemerintah. Dalam kondisi seperti ini bisakah Indonesia dapat membangun bangsa dan mensejahterakan rakyatnya dimana SDM pemerintah yang dipercaya rakyat menjadi maling dana pembangunan RI. Dalam kata lain, pejabat yang dipercaya rakyatnya setelah berhasil menjabat, akhirnya menjadi penjahat bagi rakyatnya.


    Dampak dari prilaku korupsi/maling yang telah mewabah diseluruh Republik Indonesia ini, berwujud terjadinya pengangguran masyarakat yang cukup meluas terutama pada kalangan generasi muda. Hal ini terjadi karena dana APBN dan APBD yang seharusnya berwujud dalam dana pemberdayaan generasi muda agar dapat produktif dan mandiri menjadi sirna dan dana tersebut masuk secara haram ke kantong para maling yang terdiri para petinggi negara.
Para petinggi negara selalu mengatakan bila ketahuan malingnya “serahkan saja kepada hukum”, “Negara kita-kan negara hukum”, ”saya bukan maling” “yang syah mengatakan maling adalah hakim”. Kenyataannya para petinggi negara yang maling ini sudah membeli hukum dengan dana dari ratusan juta sampai milyaran rupiah diberikan kepada para polisi, hakim dan jaksa untuk dapat menutupi perilaku malingnya tersebut.

    Contoh yang sangat banyak dan memalukan adalah : saat booming kasus markus ketemu mafiapajak yang mengorbitkan nama seorang pegawai dirjen pajak menjadi bintang berita di seluruh media, yakni Gayus Tambunan (GT) menunjukkan bahwa remunerasi tidak cukup ampuh menjadi tameng pegawai dari sumber pendapatan yang tidak halal. Pegawai Pajak yang gajinya perbulannya sudah Rp.12 Juta dapat memiliki rekening sejumlah Rp. 25 Milyar dan ini sudah pasti diperoleh dengan cara manipulasi. Kenyataan dilapangan banyak terjadi justru petugas pajaknya lah yang menawar. Misal hasil perhitungan pajak yang harus dibayar suatu perusahaan adalah sebesar Rp. 300 juta. Tapi oknum petugas pajak menawarkan, bisa saja dibuat perhitungan pajak yang harus dibayar Rp.85 juta, tapi si pengusaha harus menyogok ke oknum Rp. 50 juta. Bila pengusaha mendapatkan tawaran seperti itu tentu sangat menggiurkan dia bisa hemat Rp.165 juta dan sudah lepas dari kewajiban. Akhirnya terjadilah lobi-lobi seperti itu. Itulah kebanyakan modus operandi mafia pajak.
Sebelumnya, Gayus mengaku telah memberi uang sejumlah Rp 5 miliar kepada oknum jaksa yang menangani kasusnya. Bahkan Jaksa Cirus Sinaga sempat disebut-sebut mengubah pasal yang menjerat Gayus dari pasal korupsi dan pencucian uang menjadi hanya pasal penggelapan saja. Akibatnya Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Gayus. Kalau demikian para pejabat Yudikatif kita, maka hancurlah Negara ini.
Mata rantai kasus sindikasi mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan lengkap sudah. Mabes Polri akhirnya menetapkan dua jaksa yang terlibat dalam perkara Gayus sebagai tersangka. Keduanya adalah Cirus Sinaga dan Poltak Manulang.
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas Mafia Hukum) meng­ung­kap­­kan banyak aparat perpajakan dan penegak hukum dari Ke­polisian dan Kejak­sa­an yang terlibat makelar pajak dalam kasus Gayus Halomoan P Tambunan.
“Keterangan dari pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Gayus  Tambunan, ter­sebut mengindikasikan ada­nya keterlibatan pejabat perpajakan dan sejumlah penegak hukum dari Kepolisian dan Kejaksaan,” kata Denny Indrayana di Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (29/3) pagi.

Solusi agar mengurangi moral maling para pejabat :

  1. Membuat Undang-Undang yang sangat tegas dan keras dan Pasal Hukuman mati bagi para koruptor senilai Rp.50 Juta keatas dicantumkan tegas.
  2. Perbaiki secara tuntas dengan merekonstruksi sistem yudikatif kita (Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman).
  3. Menseleksi ulang SDM di Yudikatif agar di dapat SDM Yudikatif yang bersih dan berkualitas serta paham akan UU.
  4. Perbaiki sistem gaji SDM Yudikatif.
  5. Perluas pengawasan dari masyarakat terhadap para pejabat pemerintah serta ada UU tentang perlindungan saksi. Saksi yang benar dan berhasil memberikan informasi dan dapat menyelamatkan uang negara diberi hadiah oleh negara berupa tabungan 10% dari nilai manipulasi yang dapat diselamatkan untuk negara.

Demikian tulisan ini semoga ada manfaatnya bagi bangsa dan negara kedepan. (RY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar