Jumat, 30 Juli 2010

Bom Jutaan Tabung Gas Yang Multi Manipulasi


Bom Jutaan Tabung Gas 3 Kg Teror Bagi Masyarakat
Multi Manipulasi Tabung Gas Yang Belum Diungkap

Program pemerintah untuk mengkonversi minyak tanah (mitan) ke gas berjalan dengan sangat tidak baik, karena banyak masyarakat dibeberapa daerah dalam tahapan realisasi konversi disusahkan dahulu dengan minyak tanah yang pasokannya sangat dikurangi dalam masyarakat serta harga yang sangat dimahalkan sehingga banyak rakyat yang antri berhari-hari hanya untuk mendapatkan BBM yang namanya minyak tanah. Pemandangan berhari-hari antrian minyak tanah yang diliput media elektronika adalah pemandangan yang sangat memilukan bagi suatu bangsa. Para pejabat daerah, pusat dan anggota DPR-DPRD nyaris tidak berbuat dalam materi sidang dan seolah-olah mereka tidak mengetahui kondisi yang menyusahkan masyarakat itu.

Pemaksaan konversi yang dilakukan pemerintah terus berjalan dengan pola yang sama yaitu masyarakat disusahkan dengan pasokan minyak tanah dibeberapa daerah selanjutnya dan pemandangan antrian berjubel hanya untuk 3-4 liter mitan dan harga yang dimahalkan  terus berlangsung tanpa para pejabat merasa malu atau berdosa atas kejadian itu. Seolah cara menyusahkan masyarakat itu merupakan juklak yang telah disepakati.

Setelah masyarakat menerima tabung gas 3 Kg yang tidak gratis juga dipungli para pelaksana Kepala Desa harus membayar rata-rata Rp. 25.000 – 50.000,-, banyak masyarakat sebagai korban ledakan gas diruang dapur yang sudah meminta korban cukup banyak termasuk korban anak-anak yang meninggal serta luka parah hal ini terjadi karena sosialisasi yang sangat kurang terhadap penggunaan peralatan gas 3 Kg.


Banyaknya tabung gas 3 kg tidak layak pakai tersebut muncul bersamaan dengan kebijakan pemerintah yang memenangkan lelang tender sejumlah perusahaan tabung gas untuk mempercepat program konversi minyak tanah ke elpiji sehingga berdampak kepada kualitas.
Fakta tersebut sekaligus menguatkan hasil penelitian Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang menyebutkan 66% tabung gas 3 kg yang beredar tidak memenuhi standar. Diperkuat pada Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan Lembaga Standarnisasi Nasional Indonesia (SNI) beberapa waktu lalu terungkap, tabung gas 3 kg sudah tidak layak pakai karena 66% tabung tidak memenuhi SNI. Kalau tabung ini tidak segera ditarik, artinya Pemerintah telah melakukan pembiaran berjatuhannya korban ledakan gas dimasyarakat.

Bentuk Badan Pengawas Tabung Gas

Pada tanggal 13 Juli 2010 Asosiasi Industri Tabung Baja (Asitab) mengusulkan pembentukan badan pengawas pelaksanaan peralihan pemakaian minyak tanah dengan gas guna meminimalisir praktik kotor produksi dan distribusi tabung gas 3 kg.
Ketua Umum Asitab Tjiptardi khawatir rentetan kebakaran tabung gas 3 kg masih akan terjadi. ''Semua pihak ikut ngomong soal tabung gas, tapi pengawasan produksi dan peredaran tidak ada,'' katanya di Jakarta

 PT Pertamina, katanya, berfungsi sebagai pelaksana konversi gas sehingga tidak dapat diharapkan optimal sebagai pengawas peredaran tabung gas 3 kg. Untuk mengawasi proses distribusi dan pembuatannya diperlukan badan pengawas beranggotakan semua pemangku kepentingan.
''Kami usul agar ada satu badan yang akan melaporkan tugasnya mengawasi proses penyaluran dan pemakaian tabung gas ke Menkokesra atau Kementerian ESDM. Ini dilaporkan resmi ke masyarakat,'' katanya.
Menurut dia, tabung gas 3 kg yang beredar sejak 2007 mencapai 60 juta unit. Produksi tabung gas sebelum 2007 ditengarai tidak wajib Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tabung gas tanpa SNI ditengarai mudah bocor karena tidak sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan. Kebocoran disebabkan praktik pemindahan tabung yang berlangsung tidak hati hati.. Dia mencontohkan, tabung gas 3 kg sering dilempar saat dipindahkan dari truk ke agen elpiji. Selain itu, tabung gas lebih sering berpindah lokasi dan pemakaian karena isinya hanya 3 kg.
Saat ini, tidak dimungkiri beredar tabung gas 3 kg bikinan produsen "nakal." Mereka menggunakan bodi tabung lebih tipis dari standar yang ditentukan. Seharusnya, produsen menggunakan baja tipis buatan PT Krakatau Steel tipe SG 295 dengan ketebalan 2,3 mm.
Dia mengatakan badan pengawas yang dibentuk berfungsi melakukan monitoring produksi dari 70 produsen tabung gas 3 kg. ''Produsen itu harus mempertanggungjawabkan asal bahan cat dan lapisan baja yang dipakai,'' katanya.

Penarikan Tabung Elpiji 3 Kilogram Butuh Rp. 4,4 triliun

Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Ery Purnomohadi mengatakan  kemungkinan untuk menarik kembali tabung elpiji 3 kilogram yang sudah didistribusikan ke masyarakat sejak dimulainya program konversi minyak tanah ke gas pada 2007 lalu, sangatlah kecil.
Meski banyak kecelakaan terjadi disebabkan bocornya gas dari tabung, penarikan tabung dari masyarakat bukan solusi. Selain sulit dilakukan, namun juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Kalau 44 juta tabung yang sudah beredar harus ditarik semua, dengan harga satu tabung sekitar Rp.100 ribu per unit, maka sedikitnya harus ada dana Rp.4,4 triliun. Siapa yang akan menyediakan ini?" ujar Ery di sela sosialisasi program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kilogram bersama PT Pertamina (Persero) di Mekarsari, Bekasi Timur, Senin (12/7).
Maka dari itu Ery berkata, saat ini pihaknya bersama-sama Pertamina terus menyoliasasikan program konversi tersebut. Program tukar-tambah slang dan regulator yang digulirkan sejak 7 Juli lalu terus diawasi. Harga slang Rp.15.000 sedangkan harga regulator Rp. 20.000. Tukar-tambah bisa dilakukan di sejumlah 230 agen elpiji Pertamina yang tersebar di seluruh Nusantara.

Akibat Gas Oplosan, Negara Rugi Rp. 2,7 Miliar Per Bulan

Kabareskrim Mabes Polri Ito Sumardi mengatakan, berdasarkan hasil penyisiran Mabes Polri dari beberapa kasus pengoplosan tabung gas elpiji 3 kg menjadi 12 kg, negara mengalami kerugian rata-rata setiap bulannya sebesar Rp.2,7 miliar.
"Ledakan gas 3 kg menjadi 12 kg menjadi sorotan cukup luas di kalangan masyarakat. Polri melakukan dua langkah. Pertama, penyelidikan secara ilmiah. Kedua, penegakan hukum pada pengoplos yang telah merugikan negara sebesar Rp.2,7 miliar per bulan," kata Ito pada konferensi pers di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (12/7/2010) malam.
Kerugian negara sebesar Rp. 2,7 miliar per bulan itu, menurut Ito baru dari satu wilayah saja, yaitu di Bantar Gebang, Bekasi. Berdasarkan analisis kecelakaan yang telah dilakukan Puslabfor Mabes Polri, penyebab utama terjadinya kecelakaan tabung gas adalah karena adanya kebocoran regulator maupun selang.
Dalam penegakan hukum, kata dia, Polri akan menindak tegas pelaku, dengan menggunakan tiga perundangan. Yakni, UU Perlindungan Konsumen, UU Migas, dan juga UU Metrologi.
Dia menghimbau agar masyarakat tidak perlu menjadi khawatir. Pasalnya, dari data-data yang dimiliki Mabes Polri dari hasil kecelakaan, untuk penggunaan gas 3 kg, selama Januari hingga Juli 2010 hanya ada 15 kasus. Untuk kecelakaan akibat ledakan gas tabung 12 kg jumlahnya 25 kasus.
Himbauan ini tidak akan didengar masyarakat karena posisi ketakutan masyarakat sudah pada tingkat sangat mengkhawatirkan.
 
Kualitas Tabung Gas Tidak Standar.

Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Sukardi, menegaskan hal yang sama yaitu tentang kualitas tabung gas, kurangnya sosialisasi dan tanggung jawab Pertamina bila terdapat bencana sebagai akibat ledakan tabung gas.
"Ini jelas kurangnya sosialisasi, terutama cara penggunaan yang aman bagi masyarakat," kata Sukardi.
 Selain itu, kurang maksimalnya peralatan yang diberikan, seperti regulator, selang yang tidak standar. "Kami juga banyak mendapat keluhan dari regulator yang diberikan tidak SNI, dan ini perlu penjelasan dari pertamina,"ujarnya.

Soal beredarnya tabung dan regulator yang palsu. "Kalau memang tidak standar mengapa bisa lepas di pasaran, dan ini harus dijelaskan juga oleh Pertamina,"tambahnya.

Terkait soal siapa yang bertanggung atas terjadinya ledakan dari tabung,  harus pertamina. Jika kurang sosialisasi dari pertamina, dikatakan Sukardi, sama halnya memberikan bom ke rumah masyarakat.
"jadi ini harus diantisipasi dengan meningkatkan sosialisasi kepada semua media, masyarakat saat ini bingung, mana regulator yang bagus dan aman. Sementara barang-barang yang SNI ini tidak tahu  dijual dimana, dan yang palsu bebas beredar,"tutupnya.

 Dikatakannya, konversi minyak tanah ke gas sebelumnya ditujukan untuk masyarakat yang sama sekali belum pernah menggunakan kompor gas. Artinya, mereka masih awam dengan kompor gas, sehingga perlu disosialisasikan dan didemonstrasikan tata cara penggunaan kompor gas tersebut.
 Selain itu, menurut Sukardi, Pertamina juga harus mengawasi selang atau aksesoris kompor gas yang saat ini di jual bebas dengan harga Rp.20 Ribu, Rp.40 ribu dan Rp.60 ribu.

"Pertamina harus mengawasi ini, apakah selang regulator dan aksesoris lainnya aman untuk dibeli dan dipakai. Apakah yang harga Rp.20 ribu sudah aman? jika tidak yang seperti apa yang aman?, harusnya ini dijelaskan pihak Pertamina agar korban jiwa tidak terjadi lagi," tegas Sukardi.

Pengguna LPG 3 Kg berhak Dilindungi.

Pemerintah harus segera melakukan identifikasi secara jelas penyebab ledakan tabung gas yang marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir, seperti di Jakarta, Makassar, Jawa Timur, serta beberapa daerah lain, yang diberitakan banyak menelan korban.

Menurut Anggota Komisi VII DPR Bobby Adhityo Rizaldi, masalah ledakan tabung gas bukan sekadar persoalan teknis pada proyek konversi minyak tanah yang telah dimulai 2,5 tahun lalu, tapi telah menjadi masalah sosial. “Ini karena sesuai dengan PP 59/2001 tentang Perlindungan Konsumen Barang dan Jasa, masyarakat berhak mendapatkan perlindungan atas penggunaan tabung elpiji 3 kg yang telah diberikan gratis sebanyak 44.465.000 paket,” kata Bobby, dalam
Talkshow Indonesia First Channel Trijaya Network, di MNC Tower, Jakarta, Senin (12/7/2010).

Karena itu, dia menilai solusi yang paling tepat dapat diambil, bilamana pemerintah dapat mengidentifikasi secara jelas dan detail mengenai penyebab meledaknya tabung-tabung tersebut.

Pemerintah harus mampu menjelaskan penyebab ledakan tersebut, apakah alatnya (tabung, selang, regulator, dan sebagainya) atau karena kelalaian pemakaian, seperti kebocoran yang tidak terdeteksi ataupun salah penggunaan, sehingga pemerintah dapat memfokuskan pada pengawasan proses produksi juga sosialisasi penggunaan tabung gas.

“Kalau alatnya yang jadi penyebab, pemerintah harus memeriksa Pertamina sebagai pelaksana pengadaan proyek konversi gas ini seperti tabung, regulator dan selang, juga Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang menyatakan apakah produk tabung gas dan aksesori dari produsen sudah layak mendapatkan SNI,” katanya.

Setelah itu, baru kemudian dapat diambil langkah-langkah, menghukum produsen tabung gas yang nakal dan oknum terkait. "Atau diberikan penggantian selang yang layak secara gratis daripada masyarakat membeli dengan harga yang murah tapi tidak aman sesuai SK menteri Perindustrian No. 61 tahun 2010,” imbuhnya.

Namun, jika ditemukan bahwa penyebab ledakan karena faktor kurangnya pemahaman masyarakat terhadap penggunaan tabung gas, maka pemerintah harus melakukan tindakan sosialisasi penggunaan tabung gas yang aman.

Kurangnya pemahaman konsumen seperti kealpaan diteksi kebocoran, selang yang harus diganti karena lewat satu tahun pemakaian, dan lingkungan yang aman. Selain itu, kata Bobby, reaksi para agen yang secara masif mengembalikan tabung gas ke produsen, juga harus dicermati, karena secara fisik tabung 3 kg sangat ringan dibandingkan dengan tabung 12 kg.

Karena ringan, saat di tempat agen, tabung-tabung kosong ini sering dilempar-lempar, sehingga penyok dan terjadi patahan logam yang memperbesar pori-pori logam. "Ini dapat dihindari bila ada pengawasan/pembinaan yang cukup," katanya
Menurut Bobby, saat ini pemerintah belum mampu mengungkapkan bukti secara nyata tabung meledak, oleh karenanya perlu upaya yang lebih keras, agar tidak salah dalam mengambil kebijakan.

Pada akhirnya, apakah hasil proyek konversi selama 2,5 tahun yang telah berhasil menarik 10.658 kiloliter minyak tanah ini sebanding dengan keresahan yang dialami masyarakat? "Wajar ada yang mengatakan bahwa pemerintah telah mengirim 'bom dan teror' ke rumah-rumah penduduk,” katanya.

Selang dan Regulator Gas SNI Dijual Dengan Harga Pabrik.

Pemerintah mulai Rabu, 07 Juli 2010 menjual selang dan regulator gas elpiji 3 Kg dengan harga pabrik. Masyarakat bisa membelinya di agen-agen Pertamina. Harga selang @ Rp 15.000 dan Regulator @ Rp 20.000. Untuk 10 juta paket selang dan regulator tersebut pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 30 miliar. Sedangkan kewajiban PPN sebesar Rp 3000 dari kedua benda tersebut akan ditanggung pemerintah.

“Sehingga di sini masyarakat bisa mendapat dua fasilitas, yaitu pembebasan pajak penjualan dan harga yang dijual adalah harga pabrik yang jauh lebih murah dari harga pasar,”kata Menkokesra, HR Agung Laksono dalam keterangan pers nya di Jakarta, Selasa (6/7).

Menurutnya, penjualan kedua asesoris tersebut akan dibarengi dengan sosialisasi tentang tata cara penggunaan kompor gas yang baik. Pemerintah telah menyiapkan Call Center 500.000. Terhadap pabrik-pabrik yang mendapatkan rekomendasi untuk memproduksi alat-alat tersebut akan diawasi. “Apabila terjadi penurunan kualitas atau dibawah standar maka harus kita dihentikan dan kita diperingati. Kalau masih membandel maka akan ditindak. Sedangkan untuk produk-produk yang sempat beredar kita akan tarik,”imbuh
nya.

Sejak diberlakukannya konversi minyak tanah ke Elpiji, sudah ada 44,5 juta set tabung gas 3 Kg yang beredar dan rencanannya 16 juta set tabung lagi akan segera diluncurkan. Masyarakat bisa mendapatkan nya secara cuma-cuma terkait program konversi.

Sementara itu Agung Laksono, PT.Pertamina akan memberikan asuransi kecelakaan dan santunan kepada para korban insiden meledaknya tabung gas 3 Kg. Asuransi akan mengkaver seperti kematian maupun kerugian harta benda sampai Rp.100 juta. Total klaim yang telah dibayar hingga saat ini, yaitu sebesar Rp 3 miliar.

Pemerintah bertekad program konversi minyak tanah ke gas elpiji terus berjalan, mengingat program tersebut telah berhasil menghemat uang negara sebesar Rp. 30 trilun setiap tahunnya.

Pemerintah akan menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari masing-masing selang dan regulator dan memasukkannya dalam anggaran PPnDTP (PPN ditanggung pemerintah). Jumlah PPN yang ditanggung oleh pemerintah sebesar 10% sehingga untuk tahun ini saja, maka pemerintah harus menanggung PPnDTP sebesar Rp 35 miliar untuk semua selang dan regulator.

Berdasarkan data Pertamina, perusahaan pelat merah ini sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 3 miliar untuk asuransi kecelakaan tabung gas elpiji 3 kg yang meledak. Pertamina menyediakan asuransi korban meninggal, hanya saja besarannya tidak mencapai 25 juta.

Untuk korban yang meninggal, Pertamina menanggung biaya pemakaman sebesar Rp 2 juta. Sedangkan untuk penggantian bangunan, Pertamina sediakan maksimum anggaran sebesar Rp 100 juta.

Selain pelaku pemalsuan asesoris, pelaku lain yang akan ditindak tegas adalah pengoplos isi tabung gas 3 kg yang bersubsidi ke 12 Kg. “Maka kejahatan seperti ini harus dicegah. Kita akan terus melakukan pemeriksaan agar tidak terjadi penyalah gunaan subsidi kepada mereka yang tidak berhak,”kata Agung Laksono”.

Kompor Gas yang Lebih Aman Ditawarkan Dari BPPT.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menawarkan kompor gas elpiji 1 paket dengan tabung kemasan 3 Kg tanpa selang. Ini diajukan BPPT guna mengurangi risiko ledakan. Bahkan BPPT mengklaim kompor gas ini lebih murah, kuat, dan berdaya tahan lebih lama dibanding dengan tabung gas 3 kg yang kini digunakan masyarakat.
"Desain ini sudah pernah diajukan pada 2006-2007, tapi waktu itu belum disetujui," kata Direktur Pusat Teknologi Konservasi dan Konversi Energi BPPT Arya Rezavidi di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, pengajuan penggunaan kompor gas tanpa selang antara tabung dan kompor, pada awal program konversi minyak tanah ke gas elpiji ditolak oleh pihak Kementerian Perindustrian. Alasannya, kompor gas produksi BPPT ini punya kelemahan, karena antara tabung gas dan kompor menyatu, sehingga mudah panas dan.terbakar.

"Waktu itu kami sudah bilang kompor ini kuat, tapi tidak diterima. Sebagai anggota dalam persiapan tabung gas 3 Kg, saya dari BPPT mengikuti penggunaan tabung gas 3 Kg yang beredar saat ini," ujar Arya. Dia mengatakan, kompor gas yang didesain oleh BPPT bisa dipakai setidaknya 5 tahun. Keunggulannya terbuat dari campuran kuningan dan tabung tahan sampai tekanan 110 bar. Ini sebagai perbandingan tekanan gas hanya 17 bar.
Pada kompor desain baru ini hanya mempunyai satu titik kontrol, sehingga risiko lebih kecil karena pengguna tidak direpotkan. Ini jika dibandingkan dengan kompor dan tabung gas 3 kg yang beredar saat ini dengan 3 titik kontrol, yaitu antara katup (valve) dengan regulator, regulator dengan selang, dan selang dengan kompor."Paling tidak (komporgas BPPT) ini sudah mengurangi faktor risiko akibat kesa-ahan pengguna menjadi sepertiganya. Ledakan yang terjadi bukan pada tabung, tapi pada aksesorisnya termasuk tiga titik itu. Ini telah dikurangi (dengan kompor BPPT),

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan sosialisasi dan pendidikan mengenai keamanan penggunaan kompor dan tabung gas. "Perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan yang terus-menerus kepada masyarakat pengguna elpiji. Tentunya dengan menggunakan media yang tepat dan komunikatif tentangcara mengatasi kebocoran gas dan menempatkan perangkat elpiji yang aman," katanya.
Jika perlu, kata" dia, pemerintah menyediakan cakram, padat atau compact disc (CD) berisi materi sosialisasi yang dibagikan ke setiap RT agar dapat diteruskan ke setiap keluarga apalagi kasus kebocoran tabung gas lebih banyak terjadi di daerah padat, seperti Surabaya dan Jakarta. Puskepi mencatat sejak 2007 hingga Juni 2010, terjadi 60 kasus kebocoran gas elpiji. Ini terdiri dari 41 kasus kebocoran tabung gas 3 kg.

Korban Ledakan Tabung Gas dapat ganti rugi.

Korban ledakan tabung gas 3 Kg dan 12 Kg yang tidak memiliki kartu kendali (kartu hijau), tak perlu cemas karena akan mendapat santunan ganti rugi. Sebab, PT Pertamina menjamin korban yang tidak memegang kartu kendali juga mendapat santunan. Hanya saja mekanismenya bukan melalui dana asuransi, melainkan melalui dana sosial kemasyarakatan (Coorporate Social Responsibility/CSR) PT Pertamina.

“Kalau memang ada kartu hijaunya, maka diberikan asuransi. Tapi, yang tidak memiliki kartu hijau pun PT Pertamina punya mekanisme lain dalam pemberian ganti rugi yakni melalui dana CSR,”

Pemicu ledakan tabung gas 3 Kg dan 12 Kg biasanya dari regulator dan selang yang bocor. Namun dalam beberapa kasus, kerusakan pada Buffer Seal, justru paling banyak ditemukan dari sejumlah peristiwa ledakan tabung gas.
PT Pertamina memutuskan untuk menarik seluruh produksi Buffer Seal ini mulai bulan depan dan menggantinya dengan standar keluaran Pertamina.
“Pergantian Buffer Seal itu gratis dan akan dilakukan secara bertahap di seluruh SPPBE.  Kemudian penggantian selang usia di atas tiga tahun juga dilakukan, namun masih dikhususkan untuk wilayah Jakarta.

Sejak awal melakukan program konversi minyak tanah ke gas, PT Pertamina sudah memberikan komitmen bahwa semua penerima paket konversi mendapat asuransi. Dan untuk menjamin asuransi diberikan, maka penerima paket konversi juga dibekali kartu kendali.

Tujuannya, bila terjadi insiden (kecelakaan), maka dari pihak asuransi Tugu Pratama bersama PT Pertamina bisa melakukan pengecekan apakah korban memiliki kartu hijau sebagai bukti penerima paket konversi atau tidak.

Namun begitu, korban yang tidak memiliki kartu kendali juga dipastikan mendapat santunan ganti rugi, melalui mekanisme dana CSR PT Pertamina. “Untuk korban meninggal dunia santunannya senilai Rp.50 juta dan untuk korban cacat seumur hidup santunannya Rp.25 juta,”

Inilah Cara Klaim Ganti Rugi Ledakan Elpiji 3 Kg dan 12 Kg.

Metro Siang / Sosbud / Selasa, 20 Juli 2010 12:30 WIB
PT Pertamina telah menyiapkan mekanisme asuransi bagi para korban yang meninggal dunia maupun luka akibat ledakan tabung gas elpiji. Selain itu, dana pengganti kerusakan properti juga disediakan.

Dan berikut adalah cara mengambil klaim asuransi kecelakaan akibat ledakan tabung gas elpiji. Pertama, korban melaporkan kecelakaan tabung gas elpiji ke Pertamina dengan menunjukkan kartu cacah peserta konversi gas, lalu mendapatkan surat pernyataan resmi Pertamina.

Kedua, Pertamina kemudian melaporkan kejadian itu ke asuransi PT. Tugu Pratama Indonesia. Selanjutnya asuransi melakukan verifikasi korban termasuk objek diasuransikan, kerusakan dan kecelakaan yang ditimbulkan, lokasi kejadian serta salinan fotocopy jaminan rumah sakit.

Ketiga, korban mendapatkan ganti rugi dan monitoring oleh Pertamina. Asuransi tersebut diberikan untuk penggunan elpiji tabung 3 kilogram dan 12 Kg.

Besaran ganti rugi meninggal dunia dan cacat tetap mendapatkan asuransi sebesar Rp 25 juta. Sedangkan biaya perawatan maksimal, hanya mencapai Rp 25 juta rupiah.

Selain itu disediakan biaya pemakaman Rp.  2 juta dan penggantian kerusakan properti sebesar Rp. 100 juta.

Penutup.
  1. Banyaknya Tabung Gas 3 Kg yang tidak ber SNI yang beredar hingga sejumlah 13% dari 60 juta tabung yang telah beredar di masyarakat serta sulitnya untuk menarik kembali oleh Pertamina, menandakan adanya pembiaran kelanjutan ledakan dari tabung gas dalam masyarakat. Dalam hal ini pemerintah harus bertanggung jawab. Bahkan diketahui bahwa tabung yang bermasalah itu ada yang diimpor dari China dan Australia tentu pemerintah mengetahui siapa pengimpor tabung berbahaya tersebut dan harus ada penindakan hukum yang tegas. Seharusnya, produsen menggunakan baja tipis buatan PT Krakatau Steel tipe SG 295 dengan ketebalan 2,3 mm.
  2. Sosialisasi yang sangat kurang tentang penggunaan teknis kompor gas yang harus dipertanggung jawabkan pemerintah.
  3. Lambannya penanganan korban ledakan gas serta pemulihan kesehatan korban harus juga dipertanggung jawabkan pemerintah.
  4. Sosialisasi ganti rugi serta asuransi bagi korban ledakan gas, sangat terlambat dan baru diketahui setelah banyak korban berjatuhan, berkesan ada kelompok oknum ingin memanipulasi ganti rugi ini.
  5. Kondisi bahaya ledakan tabung gas sudah pada kondisi darurat dan diharuskan pemerintah segera melakukan koordinasi solusi antar Kementerian ESDM, Perindustrian, Perdagangan dan Kesra. (000) (Ridwan Yuda dari berbagai sumber)

1 komentar:

  1. Hukuman mati bagi para koruptor segera diundangkan.

    BalasHapus