Sabtu, 21 Mei 2011

Mafia Pengadilan Hanya Bisa diberantas Jika Putusan Hakim Dapat Diadili Oleh KY

Oleh : Ridwan Yuda

Hakim itu adalah manusia biasa yang sangat bisa melakukan kejahatan, keteledoran, keberpihakan dalam putusannya bahkan bisa terlibat dalam MAFIA PERADILAN dimana si Hakim sedang menjalankan tugasnya. Hakim bukanlah malaikat yang tidak pernah berbuat salah walaupun dia mengetahui hukum. Putusan Hakim berpeluang sangat besar untuk salah dan tidak adil serta gegabah apalagi si Hakim terlibat Mafia Peradilan. Banyak bukti yang otentik bahwa putusan Hakim adalah didasari atas ketidak adilan yang dilakukannya.  

Untuk mengembalikan kewibawaan Hakim diseluruh Indonesia, diperlukan Komisi Yudisial yang dapat menghukum Hakim atas putusannya. Hakim yang benar adil dan jujur untuk menegakkan kewibawaan hukum akan tidak takut terhadap putusannya. Hanya para Hakim yang tidak jujurlah (mungkin terlibat Mafia Hukum) yang takut atas putusannya dalam pengadilan yang dipimpinnya.  

Sejarah terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didasari atas UU No.30 Tahun 2002 karena : “Lembaga Pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi”. Maka pada Bab II Pasal 6 UU No.30 Tahun 2002 KPK diberi tugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.


Himbauan MA kepada KY : Jika putusan Hakim dapat diadili, MA khawatir hakim akan takut dan ragu dalam memutus satu perkara. Ini dikatakan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa yang berharap tujuh anggota Komisi Yudisial (KY) yang baru tidak mengadili putusan hakim dan menghormati independensi hakim dalam menangani satu perkara. Kewenangan KY untuk dapat mengadili putusan Hakim karena MA sudah lama impoten dan bahkan dicurigai para anggotanya juga terlibat MAFIA PERADILAN di Indonesia selama ini.

Ditegaskan lagi oleh Harifin A Tumpa ”Mengadili suatu putusan hakim itu akan mengancam indepensi hakim," kata Arifin di gedung MA, Jumat 3 Desember 2010. Sebab, lanjut dia, hakim akan menjadi ragu dan takut untuk membuat putusan jika putusan ini diadili.
Pernyataan Ketua MA ini sangat menyakitkan bagi rakyat yang membaca pernyataan konyol ini dan keluar melalui mulut seorang Ketua MA. Bila MA saja sudah menyatakan demikian, maka hilanglah harapan rakyat Indonesia untuk memberantas MAFIA PENGADILAN karena MAFIA ini melibatkan juga banyak para HAKIM di Pusat dan Daerah. Berbarengan dalam pernyataan Ketua MA Harifin A Tumpa itu dia juga mengatakan KY boleh memeriksa putusan sepanjang untuk mengetahui apakah ada dugaan penyuapan dalam perkara tersebut. Misalnya, dari putusannya diindikasikan adanya penyuapan terhadap hakim sehingga putusan hakim meragukan. Hal ini mengambarkan bagi kita bahwa Ketua MA Harifin A Tumpa tidak konsisten dalam pernyataannya penuh keraguan. Mungkinkah ketidak konsistenan ini juga mengambarkan kemungkinan keterlibatan MA dalam MAFIA PERADILAN ? Kita jangan membuang energi untuk memperkecil Mafia Hukum di Indonesia apabila KY tidak dapat melakukan vonis terhadap Hakim busuk maka Mafia akan lebih banyak di sector Yudikatif kita. Selama ini MA adalah lembaga mandul dan juga tempat negosiasi para Mafia Hukum di Indonesia. 

Kita ketahui bersama dari kasus Antasari Azhar, dimana Hakim bersama timnya sangat tidak adil serta mengabaikan keterangan para saksi ahli yang sangat penting bagi pertimbangan Hakim dalam memberikan vonis yang benar dan seadil-adilnya bagi Antasari Azhar. Sehingga sangat banyak masyarakat Indonesia kecewa atas keputusan Hakim tersebut. Untunglah terakhir ini serta banyak media memberitakannya, bahwa KY akan meninjau kembali putusan Hakim serta akan menyeret Hakim dan timnya dalam suatu Pengadilan Hakim tersendiri di KY. Salah satu tugas KY adalah melakukan pengawasan terhadap hakim dan memberikan penilaian atas putusan Hakim.

Ketua KY periode 2005-2010 Busyro Muqoddas pernah mengatakan putusan hakim dapat diperiksa KY. Sebab, dari putusan tersebut dapat diketahui apakah ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim. Pernyataan beliau ini diperkuat dengan menyatakan lembaganya akan melakukan penelitian terhadap putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat  (Jakpus) yang memenangkan Asian Agri Group melawan majalah Tempo.
Pernyataan itu dikemukakan Busyro, Kamis (10/9/2008) di Kantor Komisi Yudisial Jakarta setelah menerima pengaduan dari majalah Tempo, yang dipimpin oleh Corporate Chief Editor Tempo Bambang Harymurti, yang mengadukan berbagai kejanggalan dalam putusan majelis hakim PN Jakpus yang menyidangkan perkara Asian Agri Group melawan majalah Tempo. Yang di adili dalam kasus ini adalah pemberitaan investigasi kami tentang penggelapan pajak terbesar dalam sejarah republik senilai 1,3 triliun, tetapi  dalam kasus ini terjadi sejumlah keanehan bahwa hakim dalam pertimbangannya menyatakan dugaan-dugaan pelanggaran hukum tidak dapat diberitakan sebelum berkekuatan hukum tetap atau inkrach. Putusan hakim ini menurut Bambang merupakan pembunuhan terhadap kemerdekaan pers yang sangat luar biasa, karena menurut UU Pers salah satu tugas pers itu adalah melakukan kontrol sosial. Kami sebagai insan pers dalam rangka menjalankan amanat UU ini, tidak bisa kalau hakimnya membatasi seperti itu, dan ini sangat aneh karena tidak pernah sebelumnya hakim memutuskan hal seperti demikian. Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Toriq Hadad juga menilai banyak kejanggalan dalam vonis tersebut. Prof. Chatamarrasjid menilai ada upaya sistematis untuk melemahkan berbagai lembaga pengawasan yang ada seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pers maupun Komisi Yudisial.

Dengan terpilihnya tujuh orang anggota Komisi Yudisial (KY) dengan cara voting yang diikuti oleh 55 anggota Komisi yang membidangi Hukum DPR untuk masa jabatan 2010-2015, Dewan pun akhirnya memilih Eman Suparman (yang mendapat 51 suara), Abbas Said (42), Imam Anshori Saleh (40), Taufiqurrahman Syahuti (39), Suparman Marzuki (38), Jaja Ahmad Jayus (37), dan Ibrahim (36). Mereka mengalahkan tujuh calon lainnya.
"Dengan demikian, tujuh orang tersebut dinyatakan sebagai komisioner KY," kata Ketua Komisi III, Benny K Harman, saat membacakan putusan akhir.
Menurut Benny K Harman, tujuh komisioner itu merupakan pilihan terbaik dari 14 calon yang dikirimkan Panitia Seleksi Pimpinan KY. "Ini pilihan yang terbaik dari yang terjelek. Dan ini berdasarkan pilihan pansel yang hasilnya yaa seperti ini," kata Benny. Bung Benny juga harus tahu bahwa anggota DPR-RI yang memilih komisioner KY adalah juga anggota terburuk kualitasnya dari yang terjelek kualifikasi anggota DPR-RI lainnya.

Rapat Panja RUU KY di Gedung DPR, Kamis (19/5/2011). Dalam draft RUU KY, ketentuan yang memberikan kewenangan KY tersebut tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e. “Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas : menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang melanggar kode etik”.
Pasal inilah yang diributkan oleh MA saat ini. Seharusnya MA memberikan masukan yang memperkuat Pasal ini agar keluhuran dan martabat Hakim menjadi baik serta memberikan masukan untuk mekanisasi memartabatkan para Hakim Indonesia. 
Pasal 20 ayat (1) huruf e dibuat adalah untuk menjawab kelemahan yang ada di MA selama ini yang tidak pernah bisa mem-wibwakan dan memartabatkan para Hakim.

Dengan adanya Pasal dalam UU KY mendatang untuk dapat mengadili hakim, maka para hakim di Indonesia termasuk MA akan sangat berhati-hati dalam putusannya dan ini merupakan cara untuk membuyarkan sekenario Mafia peradilan.

Sebagai contoh sejarah munculnya KPK adalah karena ketidak mampuan Kejaksaan dan Kepolisian untuk memberantas Korupsi sehingga KPK diberi wewenang untuk menghukum para KORUPTOR di Indonesia. Hal ini adalah dapat dijadikan acuan untuk memberdayakan KY atas kelemahan MA selama ini. (Ridwan Yuda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar