ANTEK-ANTEK ASING DI INDONESIA
Dalam laporan resmi “Rand Corporation” disebutkan
bahwasanya Departemen Luar Negeri AS dan US Agency for International
Development (USAID) telah membuat “kontrak” dengan LSM-LSM Internasional
seperti The National Endowment for Democracy (NED), The International
Republican Institute (IRI), The National Democratic Institute (NDI), The Center
for The Study of Islam and Democracy (CSID) dan The Asia Foundation. Selain
itu, masih ada LSM-LSM lain bentukan Zionis Internasional (Freemasonry/Illuminati)
yang memiliki hubungan baik dengan “Rand Corporation”, seperti Ford Foundation
dan Rockefeller.
Kontrak tersebut dimaksudkan untuk membangun “Jaringan
Muslim Moderat - Liberal” yang Pro Amerika Serikat di seluruh Dunia. Dalam
rangka mensukseskan program tersebut, Amerika Serikat telah mengeluarkan uang
milyaran dolar. Dana sebesar US $ 700 juta / tahun digelontorkan AS untuk Timur
Tengah, sedang untuk Indonesia secara berturut-turut telah digelontorkan dana
sebesar US $ 60 juta untuk Th.2004, US $ 78 juta untuk Th.2005, US $ 84 juta
untuk Th.2006, US $ 96 juta untuk Th.2007, US $ 143 juta untuk Th.2008 dan US $
184 juta untuk Th.2009.
Di Indonesia, yang paling gigih menjalankan program
Liberalisasi Agama sejalan dengan program AS di atas adalah AKKBB (Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) yaitu sebuah Aliansi Cair
yang menghimpun tidak kurang dari 65 Organisasi, LSM, Kelompok Aliran dan
Keagamaan, antara lain : Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP),
National Integration Movement (NIM), The Wahid Institute, Yayasan Tifa,
Kontras, YLBHI, eLSAM, Jaringan Islam Kampus (JIK), Jaringan Islam Liberal
(JIL), Yayasan Jurnal Perempuan, Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF),
Masyarakat Dialog Antar Agama, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Lembaga
Kajian Agama dan Gender, Yayasan Tunas Muda Indonesia, dan Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI). Serta mayoritas LSM yang dinaungi oleh kelompok agama Kristen
Protestan dan Katholik.
Dalam AKKBB bergabung sederetan tokoh nasional dan aktivis
HAM, antara lain : A.Rahman
Toleng, A.Syafi’i Ma’arif, Adnan Buyung Nasution, Abdul Moqsith Ghozali, Ade
Armando, Ahmad Baso, Ahmad Suaedi, Amin Rais, Azyumardi Azra, Bachtiar Effendi,
Dawam Rahardjo, Djohan Effendi, Eep Saipullah Fatah, Eva Sundari, Fajroel
Rahman, Fikri Jufri, Gunawan Muhammad, Gus Dur, Guntur Romli, Hendardi, Husein
Muhammad, Ifdal Kasim, Jefry Geovani, Kautsar Azhari Noer, Luthfi
Syakanie, M.Syafo’i Anwar, Musthofa Bisri, Moeslim Abdurrahman, Musdah Mulia,
Rachland Nashidik, Rizal Mallarangeng, Soleh Hasan Sueb, Syarif Usman,
TGH.Subki Sasaki, Todung Mulia Lubis, Ulil Abshar Abdalla, Usman Hamid, Wardah
Hafiz, Yenny Wahid, Yudi Latif, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi dan Zuly Qodir.
Nama-nama Organisasi dan LSM serta tokoh di atas tercantum
dalam iklan yang dipublikasikan sendiri oleh AKKBB di berbagai Media Cetak pada
Mei 2008, dan nama-nama tersebut tidak pernah membantah atas pengumuman
tersebut. Dalam iklannya, AKBB menuliskan : “….Tapi belakangan ini ada
sekelompok orang yang hendak menghapuskan hak asasi itu dan mengancan
ke-bhineka-an. Mereka juga menyebarkan kebencian dan ketakutan di masyarakat.
Bahkan mereka menggunakan kekerasan, seperti yang terjadi terhadap penganut
Ahmadiyah yang sejak 1925 hidup di Indonesia dan seolah berdampingan damai
dengan umat lain. Pada akhirnya mereka akan memaksakan rencana mereka untuk
mengubah dasar negara Indonesia, Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan
menghancurkan sendi kebersamaan kita. Kami menyerukan, agar pemerintah, para wakil
rakyat, dan para pemegang otoritas hukum, untuk tidak takut kepada tekanan yang
membahayakan ke-Indonesia-an itu.”
Bunyi iklan AKKBB tersebut sangat provokatif, mereka
menuduh kelompok Islam yang Anti Ahmadiyah sebagai golongan Anti Bhineka
Tunggal Ika yang mengancam keutuhan NKRI, ingin merubah dasar negara dan
menghancurkan konstitusi. AKKBB mengklaim sebagai pembela setia Pancasila.
Padahal, AKKBB adalah kelompok Anti Islam yang bersembunyi di balik Pancasila,
kelompok Rasis yang bersembunyi di balik Bhineka Tunggal Ika, kelompok penoda
agama yang ingin menghancurkan keharmonisan hubungan antar umat beragama di
NKRI, kelompok Pluralisme yang ingin merusak keindahan Pluralitas di Nusantara.
AKKBB inilah yang menjadi “Biang Kerok” dalam Insiden Monas 1Juni 2008. Tapi,
AKKBB memang maling yang pandai teriak maling.
Setelah “keok” di Insiden Monas, AKKBB kembali “keok” saat
diterbitkan SKB Mendagri, Menag dan Jakgung tentang Peringatan terhadap
Ahmadiyah tertanggal 9 Juni 2008. Ngotot bela Ahmadiyah dan aliran sesat
lainnya, AKKBB mengajukan Yudicilal Review terhadap UU Penodaan Agama yang
menjadi dasar penerbitan SKB tersebut ke Mahkamah Konstitusi RI. Tercatat
sebagai pemohon pembatalan UU Penodaan Agama secara individu : Gus Dur, Musdah
Mulia, Dawam Rahardjo dan Maman Imanul Haq. Sedang secara lembaga : Imparsial,
Elsam, PBHI, Demos, Setara Instutute, Desantara Foundation dan YLBHI. Akhirnya,
AKKBB “keok” lagi. Karena, berkali-kali “keok”, AKKBB mulai merengek dan
mengemis bantuan “Bos”. Persoalan Ahmadiyah dibawa ke Amerika Serikat dan
forum internasional lainnya, hasilnya 27 anggota Kongres Amerika Serikat
menyurati dan menuntut Presiden SBY agar membatalkan UU Penodaan Agama dan
tidak membubarkan Ahmadiyah.
Namun, dengan cara itu pun, AKKBB tetap “keok”, karena
surat tersebut tidak digubris SBY. Apalagi kalau SBY punya keberanian untuk
menjawab surat tersebut dengan “Keppres Pembubaran Ahmadiyah”, maka AKKBB makin
“keok” lagi. Namun sayang SBY penakut, tapi lumayan lah masih berani untuk
tidak menggubris surat. Ironis, pada September 2008 Gubernur Sumatera Selatan,
seorang spesialis kandungan, yang kerjanya hanya sebagai “dokter pisau bedah”,
berani menjadi Gubernur pertama yang melarang Ahmadiyah, kok Presiden yang
“tentara bersenjata” takut. Gubernur Banten yang “perempuan” berani melarang
Ahmadiyah, kok Presiden yang “lelaki” tidak berani. Gubernur Jawa Barat yang
berbadan “kecil” bernyali macan berani melarang Ahmadiyah, kok Presiden yang
berbadan “besar” tidak bernyali. SBY memang patut didoakan, semoga ke depan SBY
betul-betul jadi pria sejati, lelaki jantan, pemimpin pemberani, sehingga tidak
pernah ragu lagi untuk membubarkan Ahmadiyah,
AKKBB telah menyerap dana besar-besaran dari
Lembaga-Lembaga Donasi Amerika Serikat dan Zionis Internasional. Sejumlah tokoh
AKKBB disebut-sebut sebagai penerima dan penyalur dana tersebut ke berbagai
LSM. Harian “The New York Times” menurunkan laporan bahwa Amerika Serikat
mengucurkan dana sebesar US $ 26 juta sejak Th.1995 - 1997 kepada Adnan Buyung
Nasution yang merupakan salah seorang tokoh sentral AKKBB. Dan sumber lain
menyebutkan, bahwa Yayasan Tifa yang dimotori oleh Todung Mulia Lubis sebagai
LSM yang membagi-bagi dana asing ke berbagai LSM Komprador.
Dari fakta dan data di atas, bisa dipastikan bahwasanya
Liberal adalah “Antek Asing”. LSM-LSM Liberal sudah lama menjadi budak bagi
kepentingan asing. LSM-LSM Komprador yang menjadi kaki-tangan asing semestinya
dibubarkan dan dilarang oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Keormasan. Dan para Tokohnya harus diperiksa, jika terbukti menjadi agen asing
yang membocorkan rahasia negara dan membahayakan keutuhan NKRI, maka mesti
ditahan dan dihukum berat.
Kesimpulannya, Antek asing yang berpaham Liberal adalah
penjahat dan pengkhianat bangsa Indonesia yang menjadi kacung serta ANTEK
ASING. Semoga Allah SWT melindungi umat Islam dari kejahatan kaum Liberal dan
memenangkan umat Islam dari makar kaum Liberal di Indonesia. Walaupun saat ini
investasi asing telah mendominasi diseluruh wilayah Indonesia.
Menjadi memprihatinkan, adanya sebagian politisi
kita yang terkesan egois untuk selalu menolak undang-undang yang menjadi
kebutuhan penduduk mayoritas di negeri ini. Terlebih, undang-undang tersebut
juga mengandung kebutuhan kolektif bagi penduduk umat beragama lain.
Seperti PDI Perjuangan (PDIP) yang saat ini,
dalam pemilihan legislatif 2014, mampu menyodorkan 50 persen lebih calon
anggota DPR RI non muslim, namun geliat politiknya seakan selalu melawan atau
menolak undang-undang yang ditawarkan penduduk mayoritas (umat Islam) secara
umum.
UU yang berbau Islam selalu ditolak oleh
PDIP, dari UU Pendidikan, UU Ekonomi Syariah, UU Jaminan Produk Halal untuk
Obat dan Makanan, sampai UU Pornografi pun ditolaknya. Padahal, terkait
pornografi, semua umat beragama apapun di Indonesia, tentu tidak akan ada yang
mau menerima. Tidak ada penduduk Indonesia yang menginginkan generasi
penerusnya moralnya rusak. Tapi ada apa dengan PDIP?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar