Kamis, 09 Oktober 2014

Waspada Banyak Antek Asing di Indonesia



ANTEK-ANTEK ASING DI INDONESIA

Dalam laporan resmi “Rand Corporation” disebutkan bahwasanya Departemen Luar Negeri AS dan US Agency for International Development (USAID) telah membuat “kontrak” dengan LSM-LSM Internasional seperti The National Endowment for Democracy (NED), The International Republican Institute (IRI), The National Democratic Institute (NDI), The Center for The Study of Islam and Democracy (CSID) dan The Asia Foundation. Selain itu, masih ada LSM-LSM lain bentukan Zionis Internasional (Freemasonry/Illuminati) yang memiliki hubungan baik dengan “Rand Corporation”, seperti Ford Foundation dan Rockefeller.

Kontrak tersebut dimaksudkan untuk membangun “Jaringan Muslim Moderat - Liberal” yang Pro Amerika Serikat di seluruh Dunia. Dalam rangka mensukseskan program tersebut, Amerika Serikat telah mengeluarkan uang milyaran dolar. Dana sebesar US $ 700 juta / tahun digelontorkan AS untuk Timur Tengah, sedang untuk Indonesia secara berturut-turut telah digelontorkan dana sebesar US $ 60 juta untuk Th.2004, US $ 78 juta untuk Th.2005, US $ 84 juta untuk Th.2006, US $ 96 juta untuk Th.2007, US $ 143 juta untuk Th.2008 dan US $ 184 juta untuk Th.2009.

Di Indonesia, yang paling gigih menjalankan program Liberalisasi Agama sejalan dengan program AS di atas adalah AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) yaitu sebuah Aliansi Cair yang menghimpun tidak kurang dari 65 Organisasi, LSM, Kelompok Aliran dan Keagamaan, antara lain : Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), National Integration Movement (NIM), The Wahid Institute, Yayasan Tifa, Kontras, YLBHI, eLSAM, Jaringan Islam Kampus (JIK), Jaringan Islam Liberal (JIL), Yayasan Jurnal Perempuan, Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Masyarakat Dialog Antar Agama, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Lembaga Kajian Agama dan Gender, Yayasan Tunas Muda Indonesia, dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Serta mayoritas LSM yang dinaungi oleh kelompok agama Kristen Protestan dan Katholik.


Dalam AKKBB bergabung sederetan tokoh nasional dan aktivis HAM, antara lain : A.Rahman Toleng, A.Syafi’i Ma’arif, Adnan Buyung Nasution, Abdul Moqsith Ghozali, Ade Armando, Ahmad Baso, Ahmad Suaedi, Amin Rais, Azyumardi Azra, Bachtiar Effendi, Dawam Rahardjo, Djohan Effendi, Eep Saipullah Fatah, Eva Sundari, Fajroel Rahman, Fikri Jufri, Gunawan Muhammad, Gus Dur, Guntur Romli, Hendardi, Husein Muhammad,  Ifdal Kasim, Jefry Geovani, Kautsar Azhari Noer, Luthfi Syakanie, M.Syafo’i Anwar, Musthofa Bisri, Moeslim Abdurrahman, Musdah Mulia, Rachland Nashidik, Rizal Mallarangeng, Soleh Hasan Sueb, Syarif Usman, TGH.Subki Sasaki, Todung Mulia Lubis, Ulil Abshar Abdalla, Usman Hamid, Wardah Hafiz, Yenny Wahid, Yudi Latif, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi dan Zuly Qodir.

Nama-nama Organisasi dan LSM serta tokoh di atas tercantum dalam iklan yang dipublikasikan sendiri oleh AKKBB di berbagai Media Cetak pada Mei 2008, dan nama-nama tersebut tidak pernah membantah atas pengumuman tersebut. Dalam iklannya, AKBB menuliskan : “….Tapi belakangan ini ada sekelompok orang yang hendak menghapuskan hak asasi itu dan mengancan ke-bhineka-an. Mereka juga menyebarkan kebencian dan ketakutan di masyarakat. Bahkan mereka menggunakan kekerasan, seperti yang terjadi terhadap penganut Ahmadiyah yang sejak 1925 hidup di Indonesia dan seolah berdampingan damai dengan umat lain. Pada akhirnya mereka akan memaksakan rencana mereka untuk mengubah dasar negara Indonesia, Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan menghancurkan sendi kebersamaan kita. Kami menyerukan, agar pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum, untuk tidak takut kepada tekanan yang membahayakan ke-Indonesia-an itu.”

Bunyi iklan AKKBB tersebut sangat provokatif, mereka menuduh kelompok Islam yang Anti Ahmadiyah sebagai golongan Anti Bhineka Tunggal Ika yang mengancam keutuhan NKRI, ingin merubah dasar negara dan menghancurkan konstitusi. AKKBB mengklaim sebagai pembela setia Pancasila. Padahal, AKKBB adalah kelompok Anti Islam yang bersembunyi di balik Pancasila, kelompok Rasis yang bersembunyi di balik Bhineka Tunggal Ika, kelompok penoda agama yang ingin menghancurkan keharmonisan hubungan antar umat beragama di NKRI, kelompok Pluralisme yang ingin merusak keindahan Pluralitas di Nusantara. AKKBB inilah yang menjadi “Biang Kerok” dalam Insiden Monas 1Juni 2008. Tapi, AKKBB memang maling yang pandai teriak maling.

Setelah “keok” di Insiden Monas, AKKBB kembali “keok” saat diterbitkan SKB Mendagri, Menag dan Jakgung tentang Peringatan terhadap Ahmadiyah tertanggal 9 Juni 2008. Ngotot bela Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya, AKKBB mengajukan Yudicilal Review terhadap UU Penodaan Agama yang menjadi dasar penerbitan SKB tersebut ke Mahkamah Konstitusi RI. Tercatat sebagai pemohon pembatalan UU Penodaan Agama secara individu : Gus Dur, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo dan Maman Imanul Haq. Sedang secara lembaga : Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Setara Instutute, Desantara Foundation dan YLBHI. Akhirnya, AKKBB “keok” lagi. Karena, berkali-kali “keok”, AKKBB mulai merengek dan mengemis bantuan “Bos”.  Persoalan Ahmadiyah dibawa ke Amerika Serikat dan forum internasional lainnya, hasilnya 27 anggota Kongres Amerika Serikat menyurati dan menuntut Presiden SBY agar membatalkan UU Penodaan Agama dan tidak membubarkan Ahmadiyah.

Namun, dengan cara itu pun, AKKBB tetap “keok”, karena surat tersebut tidak digubris SBY. Apalagi kalau SBY punya keberanian untuk menjawab surat tersebut dengan “Keppres Pembubaran Ahmadiyah”, maka AKKBB makin “keok” lagi. Namun sayang SBY penakut, tapi lumayan lah masih berani untuk tidak menggubris surat. Ironis, pada September 2008 Gubernur Sumatera Selatan, seorang spesialis kandungan, yang kerjanya hanya sebagai “dokter pisau bedah”, berani menjadi Gubernur pertama yang melarang Ahmadiyah, kok Presiden yang “tentara bersenjata” takut. Gubernur Banten yang “perempuan” berani melarang Ahmadiyah, kok Presiden yang “lelaki” tidak berani. Gubernur Jawa Barat yang berbadan “kecil” bernyali macan berani melarang Ahmadiyah, kok Presiden yang berbadan “besar” tidak bernyali. SBY memang patut didoakan, semoga ke depan SBY betul-betul jadi pria sejati, lelaki jantan, pemimpin pemberani, sehingga tidak pernah ragu lagi untuk membubarkan Ahmadiyah,

AKKBB telah menyerap dana besar-besaran dari Lembaga-Lembaga Donasi Amerika Serikat dan Zionis Internasional. Sejumlah tokoh AKKBB disebut-sebut sebagai penerima dan penyalur dana tersebut ke berbagai LSM. Harian “The New York Times” menurunkan laporan bahwa Amerika Serikat mengucurkan dana sebesar US $ 26 juta sejak Th.1995 - 1997 kepada Adnan Buyung Nasution yang merupakan salah seorang tokoh sentral AKKBB. Dan sumber lain menyebutkan, bahwa Yayasan Tifa yang dimotori oleh Todung Mulia Lubis sebagai LSM yang membagi-bagi dana asing ke berbagai LSM Komprador.

Dari fakta dan data di atas, bisa dipastikan bahwasanya Liberal adalah “Antek Asing”. LSM-LSM Liberal sudah lama menjadi budak bagi kepentingan asing. LSM-LSM Komprador yang menjadi kaki-tangan asing semestinya dibubarkan dan dilarang oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keormasan. Dan para Tokohnya harus diperiksa, jika terbukti menjadi agen asing yang membocorkan rahasia negara dan membahayakan keutuhan NKRI, maka mesti ditahan dan dihukum berat.
Kesimpulannya, Antek asing yang berpaham Liberal adalah penjahat dan pengkhianat bangsa Indonesia yang menjadi kacung serta ANTEK ASING. Semoga Allah SWT melindungi umat Islam dari kejahatan kaum Liberal dan memenangkan umat Islam dari makar kaum Liberal di Indonesia. Walaupun saat ini investasi asing telah mendominasi diseluruh wilayah Indonesia.


Menjadi memprihatinkan, adanya sebagian politisi kita yang terkesan egois untuk selalu menolak undang-undang yang menjadi kebutuhan penduduk mayoritas di negeri ini. Terlebih, undang-undang tersebut juga mengandung kebutuhan kolektif bagi penduduk umat beragama lain.
Seperti PDI Perjuangan (PDIP) yang saat ini, dalam pemilihan legislatif 2014, mampu menyodorkan 50 persen lebih calon anggota DPR RI non muslim, namun geliat politiknya seakan selalu melawan atau menolak undang-undang yang ditawarkan penduduk mayoritas (umat Islam) secara umum.

UU yang berbau Islam  selalu ditolak oleh PDIP, dari UU Pendidikan, UU Ekonomi Syariah, UU Jaminan Produk Halal untuk Obat dan Makanan, sampai UU Pornografi pun ditolaknya. Padahal, terkait pornografi, semua umat beragama apapun di Indonesia, tentu tidak akan ada yang mau menerima. Tidak ada penduduk Indonesia yang menginginkan generasi penerusnya moralnya rusak. Tapi ada apa dengan PDIP?
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar