Perusahaan Asing Mengancam
Kedaulatan Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketahanan energi Indonesia memasuki
zona rawan karena kegagalan menerapkan kedaulatan atas sumber daya minyak dan
gas bumi serta pertambangan. Migas dan tambang yang seharusnya menjadi sumber
daya strategis diperlakukan sebatas komoditas dengan nilai manfaat minimal bagi
kesejahteraan rakyat.
Direktur Eksekutif Masyarakat Batubara Indonesia Singgih Widagdo di Jakarta,
Selasa (24/5/2011), mengemukakan, negara melakukan kesalahan besar ketika
mengubah bentuk pengelolaan sumber daya strategis menjadi berdasarkan jenis
usaha. Konsekuensinya, sumber daya mineral, batubara, dan migas diperlakukan
sebatas komoditas. ”Ini termasuk hilangnya peran negara untuk mengontrol
penggunaan sumber daya itu. Dulu kontrak tambang itu harus disetujui presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Singgih.
Eksploitasi sumber daya mineral strategis sebagai komoditas semakin tidak
terkendali dengan penerapan otonomi daerah. Pemerintah mencatat ada 8.000 izin
kuasa pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Kondisi itu semakin
membuka peluang asing untuk menguasai langsung sumber daya batubara dan
mineral.
Perusahaan tambang asing, terutama China dan India, masuk menguasai tambang
kecil dengan membiayai perusahaan-perusahaan tambang lokal yang kesulitan
pendanaan. ”Tanpa disadari, kita sudah menjadi hulu sumber daya untuk China dan
India. Dua negara ini sangat agresif mencari sumber daya batubara sebagai
pengganti minyak di luar negeri, sementara cadangan migas dan tambangnya
sengaja mereka simpan,” kata Singgih.
Mengacu data British Petroleum Statistical Review, Indonesia yang hanya
memiliki cadangan batubara terbukti 4,3 miliar ton atau 0,5 persen dari total
cadangan batubara dunia menjadi pemasok utama batubara untuk China yang
memiliki cadangan batubara terbukti 114,5 miliar ton atau setara 13,9 persen
dari total cadangan batubara dunia.
Dengan rata-rata produksi 340 juta ton per tahun, sekitar 240 juta ton
diekspor, cadangan terbukti batubara Indonesia akan habis dalam 20 tahun. Jika
ini dibiarkan, Indonesia terancam menjadi importir minyak sekaligus batubara.
Di sektor migas, penguasaan cadangan migas oleh perusahaan asing masih
dominan. Dari total 225 blok migas yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama
non-Pertamina, 120 blok dioperasikan perusahaan asing, hanya 28 blok yang
dioperasikan perusahaan nasional, serta sekitar 77 blok dioperasikan perusahaan
gabungan asing dan lokal.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan
target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025.
Saat ini porsi nasional hanya 25 persen, sementara 75 persen dikuasai asing.
Dominasi asing pada sektor migas dan pertambangan itu, dengan penguasaan
wilayah kerja yang meluas dan tersebar dari wilayah Sabang di barat sampai
Papua di timur Nusantara, membuat kedaulatan negara dan bangsa rawan.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sabtu, menilai, kondisi seperti itu
berbahaya. ”Kalau terjadi sedikit saja gejolak keamanan di dalam negeri, mereka
bisa kirim segera kapal induk (kapal perang) ke wilayah kita atas nama
pengamanan aset dan warga negaranya. Kalau itu terjadi, habislah kedaulatan
bangsa ini,” ujarnya. (DOT/EVY/DIS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar