Jumat, 27 Desember 2013

Perampokan Nyata di Bank Century


Perampokan Nyata di Bank Century

Atas keterangan Wakil Presiden RI 2004-2009  M.Jusuf Kalla pada sidang Tim Pengawas Komisi III DPR-RI 19 September 2012, bahwa pada saat puncak dampak terpaan krisis ekonomi di Amerika (Lehman Brothers) terjadi pada oktober 2008 hingga keputusan bailout Bank Century (BC) tidak ada indikasi kuat tentang adanya krisis ekonomi di Indonesia. BC dinyatakan sebagai bank berdampak sistemik juga tidak terbukti. BC pada saat itu memiliki CAR (Capital Adequacy Ratio) negatif (-3,53%) adalah dikarenakan kesalahan manajemen intern BC serta sangat lemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap BC (UU No. 3 Tahun 2004 tidak dijalankan) Bank Century sudah bermasalah bahkan sejak awal proses merger dilakukan (22 Oktober 2004). Dengan demikian permasalahan Bank Century tidak akan terkait dengan kondisi sistemik. Menurut penilaian Sri Mulyani yang saat itu sebagai Menteri Keuangan hanya dibantu dari BI dengan Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp.683 M bisa diatasi. Kemudian tanpa sepengetahuan Sri Mulyani melonjak menjadi Rp. 6,76 Triliun atas keputusan sepihak BI yang dikomandoi Boediono sebagai Gebernur BI. Disini Sri Mulyani mengatakan kepada Wakil Presiden (Wapres) M. Jusuf Kalla “Saya telah ditipu BI yang saya setujui hanya Rp. 683 M”. Jusuf Kalla (JK) juga disaat itu mengatakan Sri Mulyani juga berbohong kepada saya bahwa saya telah dilapori melalui sms tentang bailout pada tanggal 22 November 2008 “mana bukti sms-nya, tidak ada sampai ke Hp saya” kata JK. Barulah pada tanggal 25 November 2008 disampaikan secara lisan kepada saya, lanjut JK. Bagaimana bisa terjadi pelecehan yang sangat jelas, JK ketika itu sebagai PJP (pelaksana jabatan presiden) ketika SBY ke LN Sri Mulyani (SM) sebagai Menteri Keuangan hanya menyampaikan laporan dengan SMS tentang suatu keputusan penting bagi negara dan bangsa ketika itu (jika benar ada sms dari SM). Nyata pengabaian Jusuf Kalla sebagai Wapres apalagi ada istilah “Operasi Senyap” sembunyi-sembunyi pada kasus BC untuk menghindari JK.


Berawal dari kegagalan kliring Bank Century pada tanggal 13 November 2008. Menyebabkan Bank Indonesia meminta Menteri Keuangan SM untuk mengadakan rapat konsultasi. Sejak tanggal itu, dimulailah rapat-rapat konsultasi maraton hingga rapat pengambilan keputusan KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang dilakukan pada dini hari tanggal 21 November 2008. Dalam rapat pengambilan keputusan tersebut, KSSK memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang harus diselamatkan. Jika tidak diselamatkan, kepanikan bukan saja akan terjadi pada nasabah Bank Century yang akan menarik dana mereka, namun juga pada nasabah dari bank-bank lain. Akibatnya, hal ini akan mengganggu sistem pembayaran dan pasar keuangan di Indonesia. Kita semua belum lupa atas trauma krisis perbankan pada tahun 1998. Inilah argumentasi para peserta rapat KSSK. Kata JK, bagaimana mungkin BC yang tidak lebih besar dengan setingkat BPR di Lampung bisa menimbulkan efek domino yang sistemik bagi perbankan nasional saat itu, ini tidak rasional jelas JK.
Kemudian JK menambahkan Perppu No.4 Tahun 2008 tidak syah karena DPR-RI tidak menyetujuinya ketika itu.

Sudah sejak tanggal 29 Desember 2005, Bank Century telah dinyatakan sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif sesuai dasar surat BI No. 7/135/DPwB1/PwB11/Rahasia. Hal ini karena Surat-surat Berharga (SSB) valuta asing dan penyaluran kredit yang berpotensi menimbulkan masalah. Status ini terus diemban oleh Bank Century sampai dengan tanggal 6 November 2008, saat ditetapkan menjadi Bank Dalam Pengawasan Khusus (DPK).

Sejak tanggal 6 Nopember 2008, PT Bank Century Tbk ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 tanggal 26 Maret 2004, No. 7/38/PBI/2005 tanggal 10 Oktober 2005 dan No. 10/27/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008, status ini ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan. (bedah kasus Bank Century).

Yang aneh dalam Perppu No.4 Tahun 2008 JPSK :

Pada Pasal 29
“Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena
telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini”.

Ada kalimat, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan. Bagaimana bisa terjadi rekayasa kekebalan hukum yang luar biasa dibikin sendiri oleh Pemerintah serta tidak didasari dengan aspek serta nilai keadilan didalam Perppu. Ini adalah perppu seenak jidat dan sangat serampangan untuk sebuah perppu JPSK (Jaring Pengaman Sistem Keuangan).

Penyetoran Tunai Bailout dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) Bank Indonesia Sangat tidak Lazim :

Dalam transaksi perbankan modern yang dicatat dalam pencatatan digital, sangat tidak lazim bentuk pembayaran secara tunai (cash keras) apalagi ini merupakan penyertaan modal yang sangat besar nilainya dari Bank Indonesia kepada Bank swasta. Menurut laporan audit BPK penyertaan mosal LPS sejumlah Rp. 5,5 T dalam bentuk tunai dan selebihnya Rp. 1,2 T dalam bentuk SUN. Rinciannya adalah sebagai berikut :

Tahap Pertama : Berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner LPS No KEP 18/DK/XI/2008 tanggal 23 November 2008 tentang penetapan biaya penanganan PT Bank Century Tbk dan penyetoran pendahuluan PMS LPS kepada Bank Century. Tujuan Penyertaan Modal Sementara (PMS) ini untuk memenuhi rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 10 persen.
1. 24 November 2008 sebesar Rp 1 triliun (tunai)
2. 25 November 2008 sebesar Rp 588,314 miliar (tunai)
3. 26 November 2008 sebesar Rp 475 miliar (tunai)
4. 27 November 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
5. 28 November 2008 sebesar Rp 250 miliar (tunai)
6. 1 Desember 2008   sebesar Rp 362,826 miliar (tunai)

Tahap Kedua : Sebesar Rp 2,201 triliun yang dicairkan berdasarkan KDK LPS No KEP.021/DK/XII/2008 tanggal 5 Desember 2008 tentang Penetapan Tambahan Biaya Penanganan PT Bank Century Tbk. Tujuan PMS ini untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dari tanggal 9-31 Desember 2008.

Untuk tahap kedua ini penyetoran dilakukan sebanyak 13 kali dengan rincian:
1. 9 Desember 2008 sebesar Rp 250 miliar (tunai)
2. 10 Desember 2008 sebesar Rp 200 miliar (tunai)
3. 11 Desember 2008 sebesar Rp 200 miliar (tunai)
4. 15 Desember 2008 sebesar Rp 175 miliar (tunai)
5. 16 Desember 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
6. 17 Desember 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
7. 18 Desember 2008 sebesar Rp 75 miliar (tunai)
8. 19 Desember 2008 sebesar Rp 125 miliar (tunai)
9. 22 Desember 2008 sebesar Rp 150 miliar (tunai)
10. 23 Desember 2008 sebesar Rp 30 miliar (tunai)
11. 23 Desember 2008 sebesar Rp 445 miliar (SUN=Surat Utang Negara)
12. 24 Desember 2008 sebesar Rp 80 miliar (tunai)
13. 30 Desember 2008 sebesar Rp 270,749 miliar (tunai)

Tahap Ketiga :
Sebesar Rp 1,155 triliun yang dikucurkan dengan dasar penetapan KDK LPS No KEP 001/DK/II/2009 tanggal 3 Februari 2009 tentang Penetapan Tambahan Kedua Biaya Penanganan PT Bank Century Tbk.

Setoran ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk memenuhi kebutuhan CAR delapan persen dengan rincian:
1. 4 Februari 2009 sebesar Rp 820 miliar (SUN)
2. 24 februari 2009 sebesar Rp 150 miliar (tunai)
3. 24 Februari 2009 sebesar Rp 185 miliar (SUN)

Tahap Keempat : Dikucurkan sebesar Rp 630,221 miliar yang dilakukan secara tunai sebanyak satu kali pada tanggal 24 Juli 2009. Pengucuran ini berdasarkan KDK LPS No KEP 019/DK/VII/2009 tanggal 21 Juli 2009 tentang Penetapan PT Bank Century Tbk agar CAR bank mencapai delapan persen. Total dari pencairan sebanyak empat tahap ini mencapai Rp 6,7 triliun. (Sumber vivanews.com)

Memakai alasan apapun, tidak ada dasarnya bagaimana bisa terjadi LPS membayar dalam bentuk tunai penyertaan modalnya. Bisa saja LPS melakukan setoran melalui rekeningnya yang ada di Bank Mandiri atau Bank Pelaksana lainnya. Apakah cara ini dilakukan untuk pembenaran atau pemutihan kejahatan perbankan yang telah terjadi pada Bank Century ? Atau upaya terselubung untuk menghilangkan paper trail pada transaksi pengeluaran dana dari BC. Karena yang paling mudah untuk itu adalah melalui transaksi tunai. Nampaknya BI melalui LPS telah turut serta untuk membantu BC dengan uang tunai dalam menghilangkan funds outflow dari BC. Perlu diingat bahwa transaksi terbesar secara tunai disuatu negara adalah berasal dari Bank Central dalam hal ini di Indonesia adalah BI. Apabila ada lembaga lain yang bisa menyediakan uang tunai secara besar-besaran maka itu berasal dari pasar gelap. Dalam hal ini yaitu pembayaran dengan cara tunai penyertaan modal, seluruh pembuat keputusan BI dapat dipersalahkan. Pada saat itu memang suasana menjelang Pemilu tahun 2009 bisa saja permainan politik dimainkan dalam suatu transaksi bernilai besar dalam konspirasi penyehatan suatu bank dalam hal ini BC. Semua ini adalah merupakan pelanggaran nyata terhadap UU Money Laundering (UU No.25 Tahun2003).  

Terungkapnya banyak rekening bodong yang dimiliki oleh para pemilik rekening yang tidak rasional serta banyaknya transfer gelap masuk kepada beberapa rekening pada bank pelaksana lainnya yang mengejutkan para pemilik rekening (sumber ILC). Hal ini membuat pertanyaan lanjutan apakah dengan cara seperti ini, sebagian besar dana masuk kepada sebuah partai politik yang pada saat itu sedang berlangsungnya Pemilu 2009 ?  Lalu sebagian lagi dirampok oleh pemilik Bank Century.
LPS BI adalah berstatus uang negara, karena keputusan pemanfaatannya harus melalui keputusan manajemen lembaga negara Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. (Ridwan Yuda)

1 komentar:

  1. Seharusnya kasus Bank Century, segera di bongkar oleh KPK, karena kejahatan ini adalah kejahatan PARA PEJABAT PEMERINTAH kepada NEGARA INDONESIA.

    BalasHapus