Perampokan Nyata di Bank Century
Atas keterangan Wakil
Presiden RI 2004-2009 M.Jusuf Kalla
pada sidang Tim Pengawas Komisi III DPR-RI 19 September 2012, bahwa pada saat
puncak dampak terpaan krisis ekonomi di Amerika (Lehman Brothers) terjadi pada
oktober 2008 hingga keputusan bailout Bank Century (BC) tidak ada indikasi kuat tentang adanya krisis ekonomi di Indonesia.
BC dinyatakan sebagai bank berdampak sistemik juga tidak terbukti. BC pada saat
itu memiliki CAR (Capital Adequacy Ratio) negatif (-3,53%) adalah
dikarenakan kesalahan manajemen intern BC serta sangat lemahnya pengawasan Bank
Indonesia (BI) terhadap BC (UU No. 3 Tahun 2004 tidak dijalankan) Bank Century
sudah bermasalah bahkan sejak awal proses merger dilakukan (22 Oktober 2004). Dengan demikian
permasalahan Bank Century tidak akan terkait dengan kondisi sistemik. Menurut
penilaian Sri Mulyani yang saat itu sebagai Menteri Keuangan hanya dibantu dari
BI dengan Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp.683 M bisa diatasi. Kemudian
tanpa sepengetahuan Sri Mulyani melonjak menjadi Rp. 6,76 Triliun atas keputusan
sepihak BI yang dikomandoi Boediono sebagai Gebernur BI. Disini Sri Mulyani
mengatakan kepada Wakil Presiden (Wapres) M. Jusuf Kalla “Saya telah ditipu BI yang saya setujui hanya Rp. 683 M”. Jusuf
Kalla (JK) juga disaat itu mengatakan Sri Mulyani juga berbohong kepada saya
bahwa saya telah dilapori melalui sms tentang bailout pada tanggal 22 November
2008 “mana bukti sms-nya, tidak ada sampai ke Hp saya” kata JK. Barulah pada
tanggal 25 November 2008 disampaikan secara lisan kepada saya, lanjut JK. Bagaimana
bisa terjadi pelecehan yang sangat jelas,
JK ketika itu sebagai PJP (pelaksana jabatan presiden) ketika SBY ke LN Sri
Mulyani (SM) sebagai Menteri Keuangan hanya menyampaikan laporan dengan SMS
tentang suatu keputusan penting bagi negara dan bangsa ketika itu (jika benar
ada sms dari SM). Nyata pengabaian Jusuf Kalla sebagai Wapres apalagi ada
istilah “Operasi Senyap” sembunyi-sembunyi pada kasus BC untuk menghindari JK.
Berawal dari kegagalan kliring Bank Century pada tanggal 13
November 2008. Menyebabkan Bank Indonesia
meminta Menteri Keuangan SM untuk mengadakan rapat konsultasi. Sejak tanggal
itu, dimulailah rapat-rapat konsultasi maraton hingga rapat pengambilan
keputusan KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang dilakukan pada dini
hari tanggal 21 November 2008. Dalam rapat pengambilan keputusan tersebut, KSSK
memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang harus
diselamatkan. Jika tidak diselamatkan, kepanikan bukan saja akan terjadi pada
nasabah Bank Century yang akan menarik dana mereka, namun juga pada nasabah
dari bank-bank lain. Akibatnya, hal ini akan mengganggu sistem pembayaran dan
pasar keuangan di Indonesia. Kita semua belum lupa atas trauma krisis perbankan
pada tahun 1998. Inilah argumentasi para peserta rapat KSSK. Kata JK, bagaimana mungkin BC yang tidak lebih besar
dengan setingkat BPR di Lampung bisa menimbulkan efek domino yang sistemik bagi
perbankan nasional saat itu, ini tidak rasional jelas JK.
Kemudian JK menambahkan Perppu No.4 Tahun 2008 tidak syah
karena DPR-RI tidak menyetujuinya ketika itu.
Sudah sejak tanggal 29 Desember 2005, Bank Century telah
dinyatakan sebagai Bank Dalam Pengawasan
Intensif sesuai dasar surat
BI No. 7/135/DPwB1/PwB11/Rahasia. Hal ini karena Surat-surat Berharga (SSB)
valuta asing dan penyaluran kredit yang berpotensi menimbulkan masalah. Status
ini terus diemban oleh Bank Century sampai dengan tanggal 6 November 2008, saat
ditetapkan menjadi Bank Dalam Pengawasan Khusus (DPK).
Sejak tanggal 6
Nopember 2008, PT Bank Century Tbk ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 tanggal 26 Maret 2004,
No. 7/38/PBI/2005 tanggal 10 Oktober 2005 dan No. 10/27/PBI/2008 tanggal 30
Oktober 2008, status ini ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan. (bedah kasus
Bank Century).
Yang aneh dalam
Perppu No.4 Tahun 2008 JPSK :
Pada Pasal 29
“Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan
tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena
telah mengambil
keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini”.
Ada kalimat, Menteri
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia,
dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang ini tidak dapat dihukum
karena telah mengambil keputusan atau kebijakan. Bagaimana bisa terjadi
rekayasa kekebalan hukum yang luar biasa dibikin sendiri oleh Pemerintah serta
tidak didasari dengan aspek serta nilai keadilan didalam Perppu. Ini adalah
perppu seenak jidat dan sangat serampangan untuk sebuah perppu JPSK (Jaring
Pengaman Sistem Keuangan).
Penyetoran Tunai
Bailout dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) Bank Indonesia Sangat tidak Lazim :
Dalam transaksi perbankan modern yang dicatat dalam
pencatatan digital, sangat tidak lazim bentuk pembayaran secara tunai (cash
keras) apalagi ini merupakan penyertaan modal yang sangat besar nilainya dari
Bank Indonesia
kepada Bank swasta. Menurut laporan audit BPK penyertaan mosal LPS sejumlah Rp.
5,5 T dalam bentuk tunai dan selebihnya Rp. 1,2 T dalam bentuk SUN. Rinciannya
adalah sebagai berikut :
Tahap Pertama :
Berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner LPS No KEP 18/DK/XI/2008 tanggal 23
November 2008 tentang penetapan biaya penanganan PT Bank Century Tbk dan
penyetoran pendahuluan PMS LPS kepada Bank Century. Tujuan Penyertaan Modal
Sementara (PMS) ini untuk memenuhi rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 10
persen.
1. 24 November 2008 sebesar Rp 1 triliun (tunai)
2. 25 November 2008 sebesar Rp 588,314 miliar (tunai)
3. 26 November 2008 sebesar Rp 475 miliar (tunai)
4. 27 November 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
5. 28 November 2008 sebesar Rp 250 miliar (tunai)
6. 1 Desember 2008 sebesar Rp 362,826 miliar (tunai)
2. 25 November 2008 sebesar Rp 588,314 miliar (tunai)
3. 26 November 2008 sebesar Rp 475 miliar (tunai)
4. 27 November 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
5. 28 November 2008 sebesar Rp 250 miliar (tunai)
6. 1 Desember 2008 sebesar Rp 362,826 miliar (tunai)
Tahap Kedua : Sebesar
Rp 2,201 triliun yang dicairkan berdasarkan KDK LPS No KEP.021/DK/XII/2008
tanggal 5 Desember 2008 tentang Penetapan Tambahan Biaya Penanganan PT Bank
Century Tbk. Tujuan PMS ini untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dari tanggal
9-31 Desember 2008.
Untuk tahap kedua ini penyetoran dilakukan sebanyak 13 kali dengan rincian:
1. 9 Desember 2008 sebesar Rp 250 miliar (tunai)
2. 10 Desember 2008 sebesar Rp 200 miliar (tunai)
3. 11 Desember 2008 sebesar Rp 200 miliar (tunai)
4. 15 Desember 2008 sebesar Rp 175 miliar (tunai)
5. 16 Desember 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
6. 17 Desember 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
7. 18 Desember 2008 sebesar Rp 75 miliar (tunai)
8. 19 Desember 2008 sebesar Rp 125 miliar (tunai)
9. 22 Desember 2008 sebesar Rp 150 miliar (tunai)
10. 23 Desember 2008 sebesar Rp 30 miliar (tunai)
11. 23 Desember 2008 sebesar Rp 445 miliar (SUN=Surat Utang Negara)
12. 24 Desember 2008 sebesar Rp 80 miliar (tunai)
13. 30 Desember 2008 sebesar Rp 270,749 miliar (tunai)
Tahap Ketiga : Sebesar Rp 1,155 triliun yang dikucurkan dengan dasar penetapan KDK LPS No KEP 001/DK/II/2009 tanggal 3 Februari 2009 tentang Penetapan Tambahan Kedua Biaya Penanganan PT Bank Century Tbk.
Setoran ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk memenuhi kebutuhan CAR delapan persen dengan rincian:
1. 4 Februari 2009 sebesar Rp 820 miliar (SUN)
2. 24 februari 2009 sebesar Rp 150 miliar (tunai)
3. 24 Februari 2009 sebesar Rp 185 miliar (SUN)
Untuk tahap kedua ini penyetoran dilakukan sebanyak 13 kali dengan rincian:
1. 9 Desember 2008 sebesar Rp 250 miliar (tunai)
2. 10 Desember 2008 sebesar Rp 200 miliar (tunai)
3. 11 Desember 2008 sebesar Rp 200 miliar (tunai)
4. 15 Desember 2008 sebesar Rp 175 miliar (tunai)
5. 16 Desember 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
6. 17 Desember 2008 sebesar Rp 100 miliar (tunai)
7. 18 Desember 2008 sebesar Rp 75 miliar (tunai)
8. 19 Desember 2008 sebesar Rp 125 miliar (tunai)
9. 22 Desember 2008 sebesar Rp 150 miliar (tunai)
10. 23 Desember 2008 sebesar Rp 30 miliar (tunai)
11. 23 Desember 2008 sebesar Rp 445 miliar (SUN=Surat Utang Negara)
12. 24 Desember 2008 sebesar Rp 80 miliar (tunai)
13. 30 Desember 2008 sebesar Rp 270,749 miliar (tunai)
Tahap Ketiga : Sebesar Rp 1,155 triliun yang dikucurkan dengan dasar penetapan KDK LPS No KEP 001/DK/II/2009 tanggal 3 Februari 2009 tentang Penetapan Tambahan Kedua Biaya Penanganan PT Bank Century Tbk.
Setoran ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk memenuhi kebutuhan CAR delapan persen dengan rincian:
1. 4 Februari 2009 sebesar Rp 820 miliar (SUN)
2. 24 februari 2009 sebesar Rp 150 miliar (tunai)
3. 24 Februari 2009 sebesar Rp 185 miliar (SUN)
Tahap Keempat : Dikucurkan
sebesar Rp 630,221 miliar yang dilakukan secara tunai sebanyak satu kali pada
tanggal 24 Juli 2009. Pengucuran ini berdasarkan KDK LPS No KEP 019/DK/VII/2009
tanggal 21 Juli 2009 tentang Penetapan PT Bank Century Tbk agar CAR bank
mencapai delapan persen. Total dari pencairan sebanyak empat tahap ini mencapai
Rp 6,7 triliun. (Sumber vivanews.com)
Memakai alasan apapun, tidak ada dasarnya bagaimana bisa
terjadi LPS membayar dalam bentuk tunai penyertaan modalnya. Bisa saja LPS
melakukan setoran melalui rekeningnya yang ada di Bank Mandiri atau Bank
Pelaksana lainnya. Apakah cara ini dilakukan untuk pembenaran atau pemutihan
kejahatan perbankan yang telah terjadi pada Bank Century ? Atau upaya
terselubung untuk menghilangkan paper trail pada transaksi pengeluaran dana
dari BC. Karena yang paling mudah untuk itu adalah melalui transaksi tunai.
Nampaknya BI melalui LPS telah turut serta untuk membantu BC dengan uang tunai
dalam menghilangkan funds outflow dari BC. Perlu diingat bahwa transaksi
terbesar secara tunai disuatu negara adalah berasal dari Bank Central dalam hal
ini di Indonesia
adalah BI. Apabila ada lembaga lain yang bisa menyediakan uang tunai secara
besar-besaran maka itu berasal dari pasar gelap. Dalam hal ini yaitu pembayaran
dengan cara tunai penyertaan modal, seluruh
pembuat keputusan BI dapat dipersalahkan. Pada saat itu memang suasana
menjelang Pemilu tahun 2009 bisa saja permainan politik dimainkan dalam suatu
transaksi bernilai besar dalam konspirasi penyehatan suatu bank dalam hal ini
BC. Semua ini adalah merupakan
pelanggaran nyata terhadap UU Money Laundering (UU No.25 Tahun2003).
Terungkapnya banyak rekening bodong yang dimiliki oleh para
pemilik rekening yang tidak rasional serta banyaknya transfer gelap masuk
kepada beberapa rekening pada bank pelaksana lainnya yang mengejutkan para
pemilik rekening (sumber ILC). Hal ini membuat pertanyaan lanjutan apakah
dengan cara seperti ini, sebagian besar dana masuk kepada sebuah partai politik
yang pada saat itu sedang berlangsungnya Pemilu 2009 ? Lalu sebagian lagi dirampok oleh pemilik Bank
Century.
LPS
BI adalah berstatus uang negara, karena keputusan
pemanfaatannya harus melalui keputusan manajemen lembaga negara Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. (Ridwan Yuda)
Seharusnya kasus Bank Century, segera di bongkar oleh KPK, karena kejahatan ini adalah kejahatan PARA PEJABAT PEMERINTAH kepada NEGARA INDONESIA.
BalasHapus